Mataram, NTBNews.com– Fahri Hamzah adalah salah satu politisi nasional kelahiran Sumbawa, Nusa Tenggara Bart (NTB) yang dikenal sangat vokal dan kritis terhadap kebijakan pemerintah di era kepemimpinan Presiden Jokowi. Hal itu setidaknya terlihat saat dia menjabat Anggota DPR RI dan Pimpinan DPR RI dari Fraksi PKS periode 2014-2019.
Namun, konfliknya dengan para elit PKS membuat Fahri Hamzah mendirikan partai politik yaitu Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Partai Gelora Indonesia) bersama para koleganya yang dulu bersama-sama di PKS diantaranya Anis Matta, Mahfuz Sidik dan tokoh lainnya.
Partai politiknya yang dibentuk tersebut kemudian belakangan menjadi pembela pemerintah Jokowi. Pada Pemilu 2024 yang lalu, Fahri dan Partai Gelora bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan menjadi pendukung pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, pasangan yang juga direstui Jokowi.
Setelah memenangkan Pilpres, nama Fahri Hamzah kini masuk dalam bursa calon menteri atau wakil menteri di Kabinet Prabowo-Gibran yang akan dilantik 20 Oktober 2024 mendatang.
Lalu seperti apa profil dan kiprah Fahri Hamzah?
Fahri Hamzah, S.E. lahir di Sumbawa, 10 November 1971. Fahri tercatat pernah menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Mataram (Unram) pada tahun 1990 hingga 1992. Namun, dia tidak melanjutkan kuliahnya di Unram dan memilih masuk Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1992.
Di UI-lah kegiatan aktivisnya berkembang. Ia menjadi ketua umum Forum Studi Islam di fakultasnya, dan juga tercatat pernah menjadi ketua departemen penelitian dan pengembangan di senat mahasiswa universitas periode 1996–97.
Seiring bergulirnya Reformasi pada 1998, Fahri yang aktif di organisasi-organisasi mahasiswa Islam di Jakarta turut membidani kelahiran Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Malang, dan menjabat sebagai Ketua I pada periode 1998–1999.
Fahri muda ikut serta mengorganisasi gerakan-gerakan melawan rezim Orde Baru bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Bahkan, setelah jatuhnya Soeharto, ia bersama gerakannya tetap mendukung presiden baru B.J. Habibie, meskipun sebagian besar mahasiswa saat itu mulai menentang Habibie yang dianggap tidak berbeda dengan pendahulunya.
Karir Politik
Fahri memulai kariri politiknya dengan menjadi staf ahli Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 1999–2002 dan ikut dalam diskusi-diskusi terkait amendemen UUD 1945. Kemudian, Fahri terpilih menjadi DPR pada pemilihan umum legislatif Indonesia 2004 lewat daerah pemilihan NTB, tanah kelahirannya.
Fahri duduk di komisi III yang membidangi hukum dan menjadi wakil ketua, dan terus di sana sampai terpilih kembali dalam pemilihan umum legislatif Indonesia 2009. Pada 15 November 2011, ia dipindahkan ke komisi IV yang membidangi antara lain BUMN dan perdagangan, sekaligus ke Badan Kehormatan DPR menggantikan Ansory Siregar. Posisinya sebagai wakil ketua di komisi tersebut digantikan oleh Nasir Djamil, rekannya di fraksi PKS.
Konflik dengan Elit PKS
Fahri Hamzah berkonflik dengan para elit PKS, hal itu membuat dirinya dipecat dari keanggotaan pada tahun 2016. Padahal, saat itu Fahri masih duduk sebagai Wakil Ketua DPR RI.
Ketua Majelis Syura PKS, Salim Segaf Al Jufri menuding Fahri tidak memenuhi amanah dari Ketua Majelis Syuro untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR. Namun, Fahri menilai ia tidak membuat kesalahan fatal yang membuat nama partainya tercemar. Hingga akhir masa jabatan Fahri Hamzah tidak mundur dari kursi pimpinan DPR. Setelah periode kepemimpinannya di DPR berakhir, Fahri kemudian mendirikan Partai Gelora dan kini menjabat Wakil Ketua Umum.[]