Post ADS 1
Tokoh  

Potret UMKM di Kota Bima saat Pandemi dalam Pandangan Rangga Babuju

Produk UMKM Kota Bima yang dijual di outlet Mori Coffee yang berlokasi di Kota Mataram, NTB. (Ufqil Mubin/Ntb News)

Mataram, ntbnews.com – Direktur Utama Perumda Kota Bima, Rangga Babuju mengungkapkan, pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir tak berpengaruh berarti terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kota Bima.

Meskipun kuantitas produksi dan penjualan para pelaku UMKM tak sebanyak di waktu normal, mereka tetap menjalankan usaha dengan memanfaatkan platform digital seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook untuk melakukan promosi, sehingga tetap ada permintaan dari konsumen.

Ia menyebutkan, selama pandemi Covid-19, tidak ada satu pun UMKM di Kota Bima yang gulung tikar. Namun, terdapat pelaku UMKM yang menghentikan sementara produksi karena beralih profesi.

“Tapi nanti jalan lagi,” katanya Senin (6/9/2021) malam di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kata dia, UMKM di Kota Bima tak hanya dibina Dinas Perindustrian dan UMKM. Tetapi juga dibina Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Pertanian, serta Dinas Pariwisata.

Pembinaan-pembinaan dari lintas dinas tersebut membuat UMKM bisa tetap menjual produk yang mereka produksi. Diversifikasi produk juga membuat UMKM di Kota Bima bisa bertahan di tengah badai pandemi Covid-19.

“Pelaku UMKM itu mengidentifikasi kebutuhan masyarakat saat pandemi. Misalnya kayak madu, abon, ikan-ikan teri, dan lain-lain. Itu yang mereka kemas dengan baik saat pandemi,” jelasnya.

Meski begitu, UMKM di Kota Bima masih menghadapi sejumlah masalah: pertama, legalitas usaha. Sejatinya, para pelaku usaha di sektor tersebut sudah memahami cara mengurus legalitas usaha mereka.

Namun, mereka lebih banyak menghitung waktu untuk mengurusnya. Pasalnya, setiap hari para pelaku UMKM harus menjalankan usaha mereka agar tetap dapat memenuhi permintaan pasar.

“Karena hitungan mereka, meninggalkan rumah di masa produksi sejam saja, itu sudah berat. Apalagi saat ngurus legalitas, ketika mereka ke sana (instansi terkait), ada saja berkas yang kurang, dan itu butuh waktu,” jelasnya.

Walaupun pemerintah telah menggunakan sistem daring dalam pengurusan izin usaha, hal itu tak lantas membuat para pelaku UMKM mudah mengikutinya.

Penggunaan aplikasi tertentu dalam pengurusan izin usaha juga membuat pelaku UMKM tak dapat mengoperasinya. “Kalau hanya sekadar WA, mereka bisa,” sebutnya.

Kedua, dari segi modal usaha, pelaku UMKM yang baru merintis usahanya akan menghadapi kendala, apalagi mereka yang tak memiliki visi yang jelas dalam membangun usaha.

Karena itu, Rangga menyarankan agar para pelaku UMKM memetakan dan mengidentifikasi kebutuhan pasar sebelum melakukan produksi.

“Sebelum produksi, bikin jaringan pasar. Kalau tidak bisa, bikin rekayasa pasar. Seperti apa? Opini dimainkan. Klien dan jaringan dimainkan. Baru produksi. Siapa yang kuasai pasar, dia yang kuasai produksi,” jelasnya.

Ketiga, manajemen keuangan. Terkadang laba dicampur dengan modal. Selain itu, modal dihitung sebagai aset. Pengelolaan keuangan ini belum sepenuhnya dipahami para pelaku UMKM.

Tetapi, Rangga berpendapat, seiring berjalannya waktu, mereka akan mengetahui, memahami, dan mempraktikkan pengelolaan keuangan dengan baik dan benar.

“Makanya sekarang yang kita dorong di Kota Bima, jalan saja. Nanti banyak hal yang didapatkan di jalan,” katanya.

Dukungan Perumda

Para pelaku UMKM di Kota Bima juga menghadapi kendala pemesanan kemasan. Untuk mendapatkannya, mereka harus memesannya di Kota Mataram atau Kota Surabaya.

Masalahnya, pemesanan kemasan harus dengan syarat-syarat tertentu seperti minimal 1.000 kemasan atau bahkan 2.000 kemasan untuk mendapatkan harga yang relatif murah.

“Belum lagi biaya kirim yang membengkak,” jelasnya.

Perumda Kota Bima pun membuat rencana bisnis dengan membentuk Unit Pengemasan. Bagian ini telah berjalan dua bulan terakhir. Unit tersebut menyiapkan stiker, botol, kotak kemasan, dan lain sebagainya.

“Enggak ada di kita, kita link-kan. Tinggal UMKM datang ini, ‘you butuh apa? Kemasan yang bagaimana? Modelnya gimana? Pakai kertas apa? Plastik apa? Ukuran berapa?’ Tiga hari langsung kita kirim,” ungkapnya.

Selain itu, Perumda membuka etalase di Kota Bima dan outlet-outlet, serta mempromosikan produk UMKM di sejumlah kabupaten/kota di NTB.

Tujuannya, selain untuk memasarkan produk-produk UMKM, Perumda juga ingin memperkenalkannya ke para konsumen yang berasal dari daerah lain di NTB.

“Yang bisa membuat produk itu hebat, dibikin oleh orang Bima, bahannya dari Bima, kemudian dimakan oleh orang di luar Bima, dan orang di luar Bima itu bertepuk tangan,” katanya. (ln)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *