Post ADS 1
Tokoh  

Autokritik terhadap Peran Politik Pemuda di Kabupaten Bima

Bima, ntbnews.com – Pemuda memiliki peran strategis dalam berbagai bidang, salah satunya dalam bidang politik. Sebagai generasi yang akan memegang estafet kepemimpinan di masa depan, peran politik pemuda di masa kini akan menentukan bagaimana wajah daerah atau negara yang dipimpinnya di masa depan.

Kali ini, ntbnews.com membedah pandangan pemuda, akademisi, juga pengamat politik serta pengamat budaya Bima, Faris Thalib, terkait peran politik pemuda di Kabupaten.

Bagaimana Anda melihat peran politik pemuda di Kabupaten Bima saat ini?

Potensi pemuda di Kabupaten Bima saat ini sangat besar. Secara statistik persentase pemuda berdasarkan data BPS 2021, jika dihitung berdasarkan umur dari 15-40 tahun yaitu sebesar 217,277 ribu jiwa atau setara 42 persen dari total 514,11 ribu jumlah penduduk Kabupaten Bima.

Secara politik, angka ini seharusnya menunjukkan bahwa Kabupaten Bima sedang berada di posisi dengan jumlah penduduk paling produktif dari segi usia. Sebab, pada usia sekitar 15-40 tahun ada usia di mana warganya sangat inovatif, penuh inspirasi dan inisiatif, menghasilkan pemuda yang produktif, dan bersifat kritis.

Namun, tampaknya teori ini mengalami anomali di Kabupaten Bima. Pada usia produktif ini justru yang terjadi sebaliknya. Daerah Bima tertinggal di segala sektor, dan pemuda pada usia tersebut paling potensial menimbulkan banyak patologi sosial, seperti perkelahian, konflik antar kampung, dan paling mirisnya adalah kebanyakan mereka terlibat dalam sindikat obat-obat terlarang.

Padahal, jika kelompok-kelompok usia muda ini dikelola dengan baik, akan menjadi aset berharga bagi daerah. Dan pada posisi inilah harusnya pemerintah daerah hadir memberikan jalan keluar, bukan malah memanfaatkan kekacauan sosial demi kepentingan politik dan kekuasaan.

Karena sudah menjadi watak dasar kekuasaan di Bima, yang dijalankan dengan cara politik premanisme, di sekeliling mereka dilingkari preman-preman, setiap kunjungan dikawal para preman, kekuasaan memelihara kebodohan dan premanisme sebagai anjing menjaga kekuasaan, politik dan bisnis.

Apakah para pemuda di Kabupaten Bima memiliki idealisme untuk mengubah politik daerah menjadi lebih baik serta mencerminkan pejuang aspirasi masyarakat?

Sebenarnya, falsafah pemuda itu bukan dilihat dari segi umur, tapi dari daya kritis, berpandangan inovatif dan kreatif, serta memiliki prinsip dan idealisme yang tinggi. Jika ini hilang, maka sesungguhnya mereka adalah golongan orang-orang tua yang lemah.

Patut diapresiasi, kritisisme pemuda di Bima saat ini tumbuh sangat baik. Hal ini dapat diamati setiap hari bagaimana mereka mengumpankan protes setiap hari melalui media sosial. Geliat kritisisme ini sangat bagus dan hidup di hampir semua desa di seluruh Kabupaten Bima. Ini harus dirawat dan ditingkatkan dengan cara membangun literasi, dan diperkaya dengan bahan-bahan bacaan seperti buku, jurnal, dan lain-lain.

Namun, sangat disayangkan, yang terjadi di Bima secara umum, sikap kritis ini tidak tumbuh karena idealisme dan kesadaran intelektual, melainkan karena didorong oleh desakan politik tertentu. Kritisisme mereka acap kali timbul karena sentimen dan reaksi. Akibatnya, muatannya berisi cacian dan makian.

Ataukah saat ini mereka tercerai-berai sehingga dijadikan alat oleh penguasa untuk memecah belah gerakan mereka? Bagaimana pandangan Anda?

Sekali lagi, sikap kritis mahasiswa dan pemuda di Bima bukan dibangun dari kemampuan intelektualitas. Sikap kritis yang bersumber dari sentimen seperti ini sifat temporer, dan selalu berujung dengan penyelesaian yang bersifat material dan pragmatis.

Kondisi ini terbaca dengan jelas oleh kekuasaan, bagaimana kebiasaan, tujuan dan cara menyelesaikan persoalan mereka di kala teriak. Sehingga gampang pemerintah daerah memainkan gerakan mahasiswa, cukup dengan mengirimkan preman atau memberinya uang. Ini sangat memprihatinkan.

Bagaimana seharusnya peran mereka di bidang politik sehingga terjadi perubahan politik secara signifikan di Kabupaten Bima?

Kritisisme mahasiswa dan pemuda di Bima harus dibangun secara intelektualitas, dengan memperkaya literasi dan bacaan-bacaan yang konstruktif. Sebab idealisme itu tumbuh dari intelektualisme. Jika intelektualisme terbangun maka sikap kritis akan tumbuh. Sebaliknya, sikap kritis tanpa intelektual hanya akan berisi sentimen yang justru akan mudah menggadaikan idealisme.

Sikap kritis ini dapat dijadikan modal dasar untuk membangun dan menata daerah. Tapi kritis saja tidak cukup, perlu ditingkatkan dalam bentuk inovasi dan kreatifitas. 

Apakah konsolidasi para pemuda saat ini telah mencerminkan misi politik yang berorientasi untuk kepentingan publik?

Jika diamati secara detail, tenaga pemuda dan mahasiswa di Bima saat ini lebih banyak dikuras untuk hal-hal politis, sangat sedikit diarahkan untuk bagaimana menciptakan kemandirian, membuka usaha, menciptakan lapangan kerja, memberikan solusi terhadap persoalan sosial, dan lain sebagainya.

Partisipasi politik yang tinggi itu sangat baik. Itu menunjukkan bahwa pemudanya melek politik, mengerti bahwa kekuasaan harus dikontrol. Namun, semangat yang sama juga harusnya ditumbuhkan pada sektor ekonomi, pertanian, peternakan, UMKM, dll. Partisipasi pada sektor selain politik justru jauh lebih dibutuhkan saat ini di Bima. Sebab, menunggu perubahan dilakukan hanya oleh pemerintah itu sangat berat.

Apa saran-saran Anda untuk para pemuda di Kabupaten Bima agar bisa berperan maksimal dalam perubahan politik di daerah tersebut?

Saran saya adalah berhentilah banyak berharap dari Bupati saat ini. Mulailah langkah yang mandiri. Walaupun kecil, tapi jika dikerjakan dengan tanpa gengsi, pasti akan ada hasil yang baik. (*)

Penulis: Arif Sofyandi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *