NTBNEWS.COM, Opini – Konflik ketua KPK jadi tersangka adalah sebuah peristiwa yang menimbulkan kontroversi dan kritik dari berbagai pihak.
Ketua KPK Firli Bahuri dituduh melakukan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat menjabat sebagai Kepala Biro Perekonomian Polda Sulawesi Selatan pada tahun 2019.
Firli juga diduga menerima gratifikasi dan hadiah yang berkaitan dengan jabatannya sebagai pegawai negeri dan penyelenggara negara.
Firli ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada 22 November 2023 dan diberhentikan sementara oleh Presiden Jokowi pada 24
November 2023.
Firli mengajukan gugatan praperadilan terhadap status tersangkanya dan sidang perdana akan digelar pada 11 Desember 2023.
Menurut saya, sebagai mahasiswa komunikasi, saya dapat menjelaskan konflik ini dalam kajian komunikasi politik. Komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan politik dan aktor politik, atau yang berhubungan langsung dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah di suatu negara.
Komunikasi politik juga merupakan jembatan metodologis yang menghubungkan disiplin ilmu komunikasi dengan ilmu politik.
Komunikasi politik dapat dikaji dari berbagai aspek, seperti retorika, propaganda, perubahan sikap, pendapat publik, perilaku pemilih, hubungan antara pemerintah dan media, dan teknik kampanye.
Dalam kasus konflik ketua KPK jadi tersangka, saya dapat menganalisis bagaimana pesan politik disampaikan oleh berbagai pihak yang terlibat atau berkepentingan, seperti Firli, Polda Metro Jaya, KPK, Presiden, media, dan masyarakat.
Saya dapat mengamati bagaimana strategi, tujuan, dan dampak dari komunikasi politik yang dilakukan oleh masing-masing pihak.
Saya juga dapat mengevaluasi bagaimana kredibilitas, etika, dan tanggung jawab dari komunikator politik dalam menyampaikan pesan politiknya.
Saya dapat menggunakan berbagai teori, konsep, dan metode yang relevan dengan komunikasi politik untuk mendukung analisis saya.
Pengaruh media massa dalam proses penetapan tersangka ketua KPK
Media massa memiliki peran penting dalam proses penetapan tersangka ketua KPK karena media massa dapat mempengaruhi opini publik, mengawasi kinerja penegak hukum, dan memberikan informasi yang akurat dan objektif kepada masyarakat.
Media massa juga dapat berperan sebagai pihak yang mengkritisi dan mengungkap kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik, termasuk ketua KPK.
Dalam kasus konflik ketua KPK jadi tersangka, media massa dapat mempengaruhi opini publik dengan cara memberitakan fakta-fakta yang terkait dengan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasin Limpo.
Media massa dapat menampilkan bukti-bukti, saksi-saksi, dan kronologi yang mendukung atau menyanggah tuduhan tersebut.
Media massa juga dapat menampilkan pandanganpandangan dari berbagai pihak yang terkait, seperti KPK, Polda Metro Jaya, Presiden, dan masyarakat.
Dengan demikian, media massa dapat membantu masyarakat untuk membentuk sikap dan penilaian
terhadap kasus ini;
- Media dapat mengawasi kinerja penegak hukum dalam menangani kasus ini.
- Media massa dapat mengekspos adanya kejanggalan, kelemahan, atau kecurangan yang terjadi dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
- Media massa dapat menyoroti adanya tekanan, intervensi, atau campur tangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam kasus ini.
- Media massa dapat menuntut agar penegak hukum bertindak profesional, independen, dan transparan dalam menyelesaikan kasus ini.
- Media massa dapat memberikan informasi yang akurat dan objektif kepada masyarakat tentang kasus ini. Media massa dapat memverifikasi dan menyeimbangkan sumber-sumber informasi yang ada.
- Media massa dapat menghindari adanya hoax, fitnah, atau provokasi yang dapat menimbulkan kegaduhan dan kebingungan di masyarakat.
- Media massa dapat mengedepankan etika dan tanggung jawab dalam memberitakan kasus ini.
Pengaruhnya dengan konstalasi Pilpres 2024
Konflik ketua KPK jadi tersangka dapat berpengaruh terhadap konstalasi Pilpres 2024 dalam beberapa aspek, seperti:
Kredibilitas calon presiden dan wakil presiden
Konflik ini dapat mempengaruhi citra dan reputasi dari calon presiden dan wakil presiden yang terkait dengan Firli Bahuri, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Misalnya, calon presiden Prabowo Subianto dapat dipertanyakan kredibilitasnya karena diduga mendukung Firli Bahuri untuk tetap menjadi ketua KPK hingga Pemilu 2024.
Calon presiden Anies Baswedan dapat dicurigai memiliki hubungan dengan
Firli Bahuri karena keduanya berasal dari Sulawesi Selatan.
Calon presiden Ganjar Pranowo dapat dianggap tidak berani mengkritik Firli Bahuri karena takut menjadi sasaran operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Pendapat publik terhadap KPK
Konflik ini dapat mempengaruhi persepsi dan sikap publik terhadap KPK sebagai lembaga antikorupsi.
Publik dapat kehilangan kepercayaan dan dukungan terhadap KPK jika menilai bahwa KPK telah disusupi oleh orang-orang yang korup dan tidak profesional.
Publik juga dapat menuntut agar KPK melakukan reformasi internal dan memperbaiki kinerja dan integritasnya. Publik juga dapat membandingkan kinerja KPK dengan lembaga penegak hukum lain, seperti Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan.
Isu-isu politik yang berkaitan dengan korupsi
Konflik ini dapat memunculkan atau menghidupkan kembali isu-isu politik yang berkaitan dengan korupsi, seperti revisi UU KPK, TWK, tes wawasan kebangsaan, alih status pegawai KPK, penyerangan terhadap penyidik KPK, dan lain-lain.
Isu-isu ini dapat menjadi bahan kampanye atau debat oleh calon presiden dan wakil presiden, serta partai-partai politik yang mengusungnya.
Isu-isu ini juga dapat menjadi faktor pertimbangan bagi pemilih dalam menentukan pilihan mereka.
Peran tokoh masyarakat dalam memberikan edukasi politik
Konflik ini dapat menimbulkan kebutuhan bagi tokoh masyarakat, seperti akademisi, aktivis, jurnalis, agamawan, dan lain-lain, untuk memberikan edukasi politik kepada masyarakat. Tokoh masyarakat dapat memberikan informasi, analisis, kritik, dan saran terkait dengan konflik ini, serta dampaknya terhadap Pilpres 2024.
Tokoh masyarakat juga dapat memengaruhi pilihan pemilih dengan cara memberikan rekomendasi, dukungan, atau endorsement kepada calon presiden dan wakil presiden tertentu.
Penulis: RUDINI (Ketua Bidang Sosial dan Politik HMI Cabang Makassar 2018-2019