Oleh: Hikmah*
Sudah seminggu lebih Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Perumda dilaksanakan, aroma busuk penyimpangan anggaran negara sangat santer tercium amat tajam. Saling lempar klarifikasi dan argumen menghiasi beranda media sosial, beberapa headline media massa pun ikut memberitakan aroma busuk ini. Namun sampai dengan hari ini Wali Kota Bima selaku KPM masih enggan bertindak guna membina dan terkesan menganggap remeh dengan mengabaikan permasalahan ini. Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya bagi warga Bima.
Wali Kota Bima selaku KPM dan Kuasa Pengguna Anggaran yang di mana Direktur beserta Dewan Pengawas selaku pengurus bertanggung jawab kepadanya, sudah seharusnya bertindak atas dugaaan penyimpangan ini. Karena dalam RDP sudah terkuak dengan jelas bahwa, Bagian Ekonomi Setda Kota Bima selaku Pembina serta Dewan Pengawas dan Direktur telah melanggar aturan yang telah ditetapkan.
Wali Kota Bima dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam tubuh Perumda, sebagaimana yang diatur dalam Perda Nomor 8 Tahun 2019, sudah seharusnya memanggil Dewan Pengawas bersama Direktur Perumda Aneka untuk dibina dan dimintai pertanggungjawabannya oleh Wali Kota. Karena hal apa pun yang terjadi dalam tubuh Perumda Aneka tidak boleh lepas dari pengawasan Wali Kota selaku pemegang kekuasaan tertinggi. Hasil evaluasi terhadap Perumda akan menjadi bentuk pertangungjawaban moral Wali Kota selaku KPM kepada masyarakat Kota Bima yang telah mempercayakannya untuk mengelola anggaran serta pemerintahan sampai 2023 nanti.
Dengan melihat sikap acuh Wali Kota selaku KPM, Dewan Pengawas beserta Bagian Ekonomi Setda Kota Bima yang terkesan masa bodoh dengan tidak diketahuinya berbagai hal teknis yang terjadi dalam tubuh Perumda Aneka Kota Bima, kami PDPM Kota Bima akan mengirimkan surat, meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar dapat melakukan audit keuangan terhadap Perumda. Kami pun akan mendesak pihak Inspektorat serta kepolisian agar segera melakukan penyelidikan terhadap Perumda. Sehingga kelak dapat diketahui berbagai peran dan tanggung jawab dari masing-masing pihak. Agar dapat diketahui siapa yang paling bertangunggung jawab atas apa yang terjadi dalam tubuh Perumda.
Sikap ini kami ambil setelah beberapa hari ini menunggu itikat baik dari Direktur, Dewan Pengawas maupun Bagian Ekonomi atas kelalaiannya. Baik dengan cara melakukan pengembalian anggaran negara maupun permintaan maaf. Selain itu kami juga mendapatkan cukup banyak bukti baru yang di antaranya pada penetapan gaji Direktur yang menjadi trending topic di masyarakat. Alasan dari Julhaidin, penetapan gaji tersebut mengacu pada Perda Nomor 8 Tahun 2019. Walau kami beranggapan bahwa penetapan gaji seharusnya diatur di dalam peraturan sendiri. Namun seumpamanya jikalau pun kita membenarkan tindakan Direktur tersebut, maka nilainya tidak akan sebesar itu. Jika mengacu pada Perda Nomor 8, gaji+tunjangan Direktur seharusnya maksimal hanya sebesar Rp 6 juta. Karena gaji tertinggi pegawai Perumda yang diperoleh Kepala Divisi keuangan, Kepala Divisi Produksi, dan Kepala Umum dan SDM adalah sebesar Rp 2.462.880. Yang jika dikalikan 2,5 seperti yang tertuang dalam Perda Nomor 8 Tahun 2019, hasilnya sebesar 6.157.200 rupiah. Bukan Rp 14.366.800 seperti yang dinikmatinya selama sembilan bulan ini.
Selain itu, dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Laporan Arus Kas (LAK) pun kami melihat banyak hal yang janggal serta aneh. Dugaan kami, jika Perumda ini dipaksa untuk terus dijalankan, kerugian negara akibat beroperasinya Perumda Aneka ini akan semakin membengkak. Sampai dengan bulan Juli saja sudah tercatat rugi tahun berjalan sebesar Rp 480.289.394. Klaim sang Direktur bahwa rugi tahun berjalan ini disumbang oleh belanja barang modal juga tidak benar adanya. Karena pengeluaran terbesar jika dilihat dari neraca LAK justru disumbang oleh gaji serta operasional pegawai Perumda. Sementara, barang modal seperti mesin digital printing, mesin pengemasan, sablon dan lainnya yang sekarang dikuasai oleh Perumda, merupakan mesin-mesin yang sebelumnya telah ada dengan status pinjam pakai dari Pemkot Bima. Dari LAK sampai akhir Juli, Perumda mencatatkan pendapatan hanya sebesar Rp 3 juta. Di mana, pendapatan terbesarnya justru dari pendapatan jasa giro (bunga bank) sebesar Rp 2 juta. Sehingga bisa dikatakan, pendapatannya hanya Rp 1 juta sampai dengan bulan Juli. Saya rasa orang yang tidak mengerti akan ilmu hukum dan ekonomi saja pasti paham dan mengerti jika Perumda ini tidak sehat. Baik dalam pengelolaan anggarannya yang bisa dikatakan “besar pasak daripada tiang” maupun dengan berbagai aturan yang nyata dilanggar oleh mereka.
Dengan berbagai temuan tersebut, Wali Kota Bima/KPM sebagai pemilik modal, sudah seharusnya menunjukkan reaksi tidak bahagia, dengan segera memanggil dan membina para pengurusnya. Karena ini akan menyangkut seperti apa anggaran Rp 16 miliar ini akan dikelola oleh Perumda. Integritas dari Wali Kota Bima patut kita pertanyakan. Bisa diuji, seumpanya Wali Kota, istri atau anaknya secara pribadi sebagai pemilik modal melakukan kerja sama dengan warga Raba Dompu misalnya, dengan penyertaan modal senilai Rp 16 miliar dalam empat tahun namun dalam perjalanannya, di tahun pertama yang dijanjikan akan memperoleh laba bersih sebesar Rp 1,1 miliar. Namun sampai dengan bulan Juli hanya mencatatkan laba bersih hanya sebesar Rp 1 juta. Jika dalam kasus pribadi seperti ini Wali Kota memberikan reaksi marah, dengan mengirim Pol PP, Sopir pribadi dan aparat pemerintahan, maka akan benar-benar patut kita pertanyakan integritasnya.
Terakhir, kami meminta kepada DPRD Kota Bima agar tetap melakukan fungsi pengawasannya. Karena bagaimanapun juga, luka dalam tubuh Perumda, DPRD-lah yang telah membukanya. DPRD harus menuntaskan luka/permasalahan dalam tubuh ini sampai tuntas. Karena jika tidak, kami takut luka ini akan menjalar ke tubuh lainnya, yang akan menimbulkan luka menganga yang lebih besar dan membusuk. Jangan sampai masalah Perumda ini ibarat hangat-hangat di awal. Tapi tak ada kesimpulan dan penyelesaiannya. (*Ketua Bidang Hukum dan HAM Pimpinan Pemuda Muhammadiyah Kota Bima)
Catatan: opini menjadi tanggung jawab penuh dari penulis.