JAKARTA, NTBnews.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada Kabupaten Bima 2020 pada Rabu (27/1/2021) pukul 15.30 WIB.
Dalam potongan video yang diterima media ini, sidang perdana ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi, Arief Hidayat.
Ia melontarkan sejumlah pertanyaan kepada kuasa hukum pasangan calon nomor urut 2, Syafruddin H.M. Nur-Ady Mahyudi, yang diwakili oleh Arifin.
Arief mengajukan pertanyaan pertama terkait tanggal penetapan pasangan calon pemenang Pilkada Bima oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), pengajuan permohonan hingga perbaikan berkas dari pemohon PHP Pilkada Kabupaten Bima di MK.
“Kemudian selisih suara antara pemohon dengan termohon dan pihak terkait berapa? Saudara memperoleh suara berapa?” tanya Arief kepada Arifin.
Dia kemudian menjawab selisih suara antara Syafru-Ady dan IDP-Dahlan adalah sekira 18.000 atau 6 persen.
Pasangan Syafru-Ady mengantongi 112.068 suara atau 38 persen. Sedangkan IDP-Dahlan memperoleh 130.963 suara atau 44 persen.
Selisih tersebut dinilai melebihi batas maksimum 2 persen untuk pengajuan PHP di MK. Karena itu, Arief menanyakan alasan tim hukum pasangan Syafru-Ady menggugat Pilkada Kabupaten Bima ke MK.
“Karena di sini banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang kita temukan baik sebelum pencoblosan dan sesudah pencoblosan,” jawab Arifin.
Selanjutnya, ia berdalih, salah satu pelanggaran sebelum pencoblosan yakni KPU Kabupaten Bima atau termohon sengaja tidak menyampaikan undangan untuk pemilih secara keseluruhan di Kabupaten Bima.
Kemudian ia juga beralasan, terdapat ribuan pemilih di bawah umur yang terlibat dalam pencoblosan. Mereka tersebar di seluruh kecamatan se-Kabupaten Bima. “Alat bukti sudah kita siapkan,” jelas Arifin.
“Sudah disiapkan atau sudah diserahkan (alat buktinya)?” tanya Arief.
“Belum diserahkan,” jawab Arifin.
“Kenapa tidak diserahkan?” timpal Arief.
“Untuk agenda pembuktian nanti kita ajukan Yang Mulia,” kata kuasa hukum Syafru-Ady tersebut.
Lalu Arief menanyakan dalil berikutnya dari pemohon. Kata Arifin, terdapat intimidasi terhadap para pemilih yang menerima bantuan dalam Program Keluarga Harapan (PKH).
“Bantuan-bantuan yang datang dari pusat seperti PKH, ketika tidak menyoblos nomor 3, akan dihapus dari nama (penerima),” jelas Arifin.
Dalil berikutnya, ia mengungkapkan, dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) terdapat pemilih yang sudah meninggal dunia.
“Terus yang menyoblos ini siapa?” tanya Arief.
“Yang menyoblos ini tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara),” jawab Arifin.
“Itu di mana? Bisa ditunjukkan di tempat mana saja?” pinta Arief.
“Terjadi di setiap TPS Yang Mulia. Hampir semua TPS,” sahut Arifin.
Alasan berikutnya, ia menjelaskan, setelah pemilihan, sebagian guru yang sudah lama mengajar di SD maupun SMA diberhentikan dengan tidak terhormat.
“Kenapa kok diberhentikan?” tanya Arief.
“Karena mereka memilih paslon nomor 2. Karena ini ada semacam intimidasi dari pihak paslon nomor 3 selaku petahana Yang Mulia,” jelas Arifin.
Kemudian dia membacakan permohonannya. Ia meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan keberatan yang diajukan pemohon, menyatakan tidak sah hasil rekapitulasi serta membatalkan keputusan KPU Kabupaten Bima terkait rekapitulasi hasil penghitungan suara, dan manjelis hakim meminta KPU melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS se-Kabupaten Bima.
Selain itu, pemohon juga meminta majelis hakim memerintahkan termohon untuk memperbaiki DPT yang bermasalah atau tidak akurat, memerintahkan termohon mendiskualifikasi dan mencabut hak pasangan calon nomor urut 3 IDP-Dahlan dalam pemungutan suara ulang Pilkada Kabupaten Bima.
“Karena (IDP-Dahlan) telah terbukti melakukan pelanggaran ketentuan Pilkada,” tegas Arifin.
Selain itu, ia meminta majelis hakim memerintahkan KPU Kabupaten Bima menerbitkan surat keputusan Pilkada 2020 berdasarkan putusan MK.
“Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” kata dia.
Hakim MK lainnya, Saldi Isra, kemudian dipersilakan mengajukan pertanyaan.
Ia meminta keterangan pemohon terkait laporan tujuh pelanggaran sebelum pencoblosan Pilkada Kabupaten Bima yang dibeberkan mereka di MK.
“Di antara tujuh ini, apakah pemohon ada mengajukan pengaduan ke pihak Bawaslu? Dan bagaimana kelanjutan dari pengaduan itu?” tanya Saldi.
“Sudah ada Yang Mulia. Kami sudah laporkan ke Bawaslu,” jawab Arifin.
“Hasilnya bagaimana?” cecar Saldi.
“Hasilnya belum jelas Yang Mulia,” sebutnya.
Saldi lalu bertanya mengenai buktinya. Arifin mengaku memiliki bukti terkait laporan tersebut. Hanya saja hingga saat ini aduan itu tidak ditindaklanjuti oleh Bawaslu.
Selanjutnya, Saldi mempertanyakan tujuh kategori pelanggaran setelah pencoblosan Pilkada Kabupaten Bima sebagaimana disampaikan tim hukum Syafru-Ady. Ia juga menanyakan bukti pengaduannya.
Arifin menjawab, Bawaslu tak menindaklanjuti laporan-laporan pelanggaran dari tim Syafru-Ady sebelum dan sesudah pencoblosan tersebut.
Setelah itu, Arifin menyerahkan bukti tambahan ke MK, yang berkaitan dengan aduan PHP Pilkada Kabupaten Bima. Pihak MK pun menerima fotokopi tambahan bukti itu.
Tak Bawa Alat Bukti
Tim hukum Syafru-Ady belum mengajukan alat bukti dalam sidang perdana tersebut. Melainkan hanya daftar alat bukti. Mereka pun mengaku akan memberikan tambahan alat bukti berupa surat dan beberapa dokumen pada Senin (1/2) yang akan datang.
Namun Arief meminta mereka menyerahkannya saat persidangan tersebut. “Diserahkan sekarang saja sebelum ditutup,” pinta Arief.
“Rencananya hari Senin Yang Mulia,” jawab anggota tim hukum Syafru-Ady yang mendampingi Arifin.
“Begini. Jadi, bukti sudah disampaikan bersamaan dengan permohonan. Terus kemudian tambahan alat bukti bisa dilakukan sebelum persidangan ini ditutup. Tetapi kalau perkara ini berlanjut, saudara masih bisa menambahkan alat bukti,” jelas Arief.
“Kalau hari ini belum (ada alat bukti) dan saudara tidak menyampaikan, berarti dianggap tidak ada alat bukti tambahan. Tapi kalau perkara ini berlanjut, maka saudara masih dimungkinkan untuk menambah alat bukti pada pemeriksaan alat bukti yang lanjutan itu,” jelas Arief.
Komisioner KPU Kabupaten Bima yang hadir dalam sidang tersebut juga meminta salinan alat bukti dari tim hukum Syafru-Ady.
“Enggak ada bukti. Dia tidak mengajukan alat bukti. Yang mau dilihat apa? Enggak ada alat buktinya,” kata Arief.
“Kita mungkin nanti menghubungi panitera setelah ditutup sidang Yang Mulia,” pinta Arifin.
“Enggak. Diajukan sekarang. Karena akan diproses verifikasi. Kalau verifikasi belum selesai, nanti akan disahkan bersamaan dengan bukti yang diajukan para termohon. Tapi tidak bisa sekarang, kalau perkara Anda lanjut, itu boleh diajukan alat bukti lagi. Tetapi kalau tidak lanjut, ya sudah, selesai,” tegas Arief.
Sidang lanjutan PHP Pilkada Kabupaten Bima akan dilanjutkan pada Kamis (4/2) pekan depan. Agendanya mendengarkan jawaban KPU selaku termohon, pihak terkait (IDP-Dahlan), Bawaslu, dan pengesahan alat bukti.
“Alat bukti tambahan yang disampaikan oleh pihak pemohon yang belum bisa diverifikasi dan belum selesai, nanti disahkan bersama. Begitu juga bukti yang diajukan oleh termohon, pihak terkait, dan Bawaslu,” terang Arief. (ln)