Sri Mulyani: Pemerintah Tak Kenakan Pajak terhadap Kebutuhan Pokok Masyarakat

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, berbincang dengan seorang pedagang di Pasar Santa, Kebaron, Jakarta. (Istimewa)

Jakarta, ntbnews.com – Akhir pekan lalu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, berjalan-berjalan ke Pasar Santa di Kebaron, Jakarta. Ia berbelanja sayur-sayuran, buah segar, dan bumbu-bumbuan, sambil berbincang dengan beberapa orang pedagang di pasar tersebut.

“Bu Rahayu, pedagang buah, bercerita akibat pandemi Covid-19 pembeli di pasar menurun, namun mereka bertahan dan tetap bekerja. Tak menyerah,” ungkap Sri sebagaimana dikutip dari akun Instragramnya pada Selasa (15/6/2021).

Sementara itu, Runingsih, pedagang sayur yang meneruskan usaha ibunya yang sudah 15 tahun, saat ini mulai melayani pembeli secara online, dan mengantar barang belanja menggunakan jasa ojek online.

Runingsih mengaku menerima Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) Rp 2,4 juta dan Rp 1,2 juta dari pemerintah. Bantuan tersebut bermanfaat untuk menambah modal bahan jualannya.

“Anaknya yang masih SMP juara kelas dan mendapat beasiswa dari pemerintah,” jelas Sri.

Sedangkan pedagang bumbu menyampaikan kekhawatirannya membaca berita tentang pajak sembako yang dikhawatirkan menaikkan harga jual.

Sri kemudian menjelaskan, pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang dijual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum.

Pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, namun disusun untuk melaksanakan asas keadilan. Misalnya beras produksi petani Indonesia di Cianjur, Rojolele, Pandan Wangi, dan lain-lain yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional, tak dipungut pajak (PPN).

“Namun beras premium impor seperti beras Basmati, beras Shirataki yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak,” katanya.

Demikian juga daging sapi premium seperti daging sapi Kobe dan Wagyu, yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, seharusnya dikenakan pajak yang berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat kebanyakan.

“Itu asas keadilan dalam perpajakan. Di mana yang lemah dibantu dan dikuatkan, dan yang kuat membantu dan berkontribusi,” tegasnya.

Sri menjelaskan, dalam menghadapi dampak Covid-19, saat ini pemerintah justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi. Pajak UMKM serta pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan.

Pemerintah membantu rakyat melalui bantuan sosial, bantuan modal UMKM seperti yang telah diterima pedagang sayur di Pasar Santa tersebut, diskon listrik rumah tangga kelas bawah, serta internet gratis bagi siswa, mahasiswa, dan guru.

Pemerintah juga memberikan vaksin gratis dan biaya rawat gratis bagi yang terkena Covid-19. Kata dia, inilah fokus pemerintah saat ini: melindungi rakyat, ekonomi dan dunia usaha agar tak hanya bertahan, namun pulih kembali secara kuat.

Ia pun memuji semangat para pedagang untuk bangkit di tengah pandemi Covid-19. Karena itu, Sri mengajak semua pihak untuk menjaga dan memulihkan ekonomi nasional, serta mematuhi protokol kesehatan saat menjalankan aktivitas sehari-hari.

“Jangan mudah termakan hasutan,” tutup mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut. (ln)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *