Jakarta, ntbnews.com – Tim ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengungkapkan alasan menghapus sebanyak lima jenis kekerasan seksual dalam draf Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang rencananya akan berganti judul menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Anggota Tim Ahli Baleg DPR, Sabari Barus, berkata bahwa lima jenis kekerasan seksual yang dihapus dalam perubahan RUU PKS menjadi RUU TPKS sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan RKUHP.
“Jadi substansinya hanya empat. Jika dalam RUU yang lama ada sembilan jenis, setelah kami menyisir dengan melihatnya dalam KUHP dan RKUHP kami telah menyortir sehingga menjadi empat,” kata Sabari dalam rapat Baleg DPR, Senin (6/9/2021).
“Ini yang tidak ada irisannya atau tidak diatur dalam KUHP atau RKUHP. Jadi tinggal empat jenis,” imbuhnya.
Terpisah, Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya membantah tudingan yang menyebut pihaknya menghilangkan hak korban dalam perubahan judul RUU PKS menjadi RUU TPKS.
Dalam penyusunan RUU PKS, Willy menambahkan, pihaknya membuat tiga kategori yakni prioritas, penting dan mendesak, serta hal-hal yang bisa menjadi cantelan saja.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikekerasan Seksual (KOMPAKS) mengungkapkan bahwa sebanyak 85 pasal hilang dalam perubahan judul RUU PKS menjadi RUU TPKS.
Berdasarkan temuan KOMPAKS, draf RUU PKS per September 2020 berjumlah 128 pasal. Kemudian, jumlah itu turun drastis di draf RUU TPKS per 30 Agustus 2021 menjadi 43 pasal.
Perwakilan KOMPAKS, Naila, mengungkapkan dari perubahan tersebut, perbedaan paling terlihat terletak pada bentuk kekerasan.
Menurutnya, sebelumnya RUU PKS menetapkan bentuk kekerasan sebanyak sembilan jenis: pelecehan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.
Sementara itu, lanjutnya, RUU TPKS atau draf terbaru hanya menetapkan bentuk kekerasan sebanyak empat: pelecehan seksual, pemaksaan alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan eksploitasi seksual.
Naila mengatakan, hilangnya sejumlah elemen kunci di RUU PKS ini merupakan kemunduran dalam upaya perlindungan korban kekerasan seksual. (cnn/ln)