Yangon, Ntbnews.com – Jumlah korban tewas dalam demo menentang kudeta militer di Myanmar dilaporkan bertambah 17 orang dalam sehari pada Kamis (13/3/2021).
Mengutip Asia One, sekitar delapan pedemo tewas di Myaing, tiga di Myeik, satu di Mandalay, dua di Bago, satu di Myingyang, dan satu di Dagon utara dekat Yangon.
Junta militer terus meningkatkan kekuatannya untuk meredam para demonstran. Banyak di antara mereka yang tertembak di bagian kepala.
Menurut berita dari grup media sosial, di Myaing, korban tewas dipicu bentrokan yang berakhir ricuh antara polisi dan massa. Polisi mencoba menangkap para demonstran, sehingga kericuhan pun tak terelakkan.
Polisi menembakkan peluru tajam ke arah massa hingga menewaskan sejumlah pedemo. Mereka yang tewas berusia antara 36 tahun dan di bawah 30 tahun.
Mengutip Reuters, satu korban yang tertembak di Dagon Utara terindentifikasi sebagai Chi Min Thu. Menurut keterangan istri Thu, Aye Mhat Thu, suaminya nekat ikut unjuk rasa demi anak lelakinya, ia bilang mati pun tak apa.
“Dia bilang mati pun tidak apa-apa. Dia khawatir dengan orang-orang yang tidak mau ikut berdemo. Jika demikian, maka demokrasi tidak akan pernah kembali ke negara ini,” ujar Chi.
Hingga saat ini tercatat sudah 70 orang pedemo di Myanmar tewas. Selain itu, diperkirakan ada sekitar 2.000 orang yang ditahan aparat akibat berdemo.
Militer Myanmar tidak merespons jumlah korban jiwa dalam aksi unjuk rasa kemarin. Mereka hanya menyatakan sudah memberi perintah kepada prajurit dan opsir di lapangan supaya menggunakan senjata jika hanya terpaksa.
Duta besar China untuk PBB, Zhang Jun mengeluarkan pernyataan yang mengatakan sudah waktunya bagi Myanmar untuk membuka komunikasi.
“Untuk melanjutkan de-eskalasi, sudah waktunya untuk berdialog,” imbuhnya.
China mengklaim telah berpartisipasi soal krisis di Myanmar dengan cara yang “konstruktif”.
Terpisah, Penyelidik Hak Asasi Manusia PBB, Thomas Andrews, menyampaikan kepada Dewan HAM PBB, ada indikasi militer Myanmar melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Andrews mendesak agar PBB memberikan sanksi multilateral kepada junta Myanmar dan perusahaan energi milik negara, Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar. (cnn/lb)