Post ADS 1

Pasang Surut UMKM di Kota Bima selama Pandemi Covid-19

SELAMA pandemi Covid-19 melanda Kota Bima, pendapatan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami pasang surut. Terlebih, sebagian dari pelaku usaha tersebut tak mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bima.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bima pada 2018, UMKM di Kota Tepian Air tersebut berjumlah 25 ribu. Saat ini, merujuk data Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), jumlahnya mencapai 30 ribu.

Kepala Bidang Perindustrian dan UMKM Dinas Koperasi dan Perdagangan Kota Bima, Rafik, mengakui bahwa jumlah UMKM setiap tahun mengalami pasang surut.

“Paling banyak yang bergerak naik itu di bidang industri dan industri pangan,” jelasnya kepada ntbnews.com baru-baru ini.

Dia menjelaskan, UMKM di Kota Bima bergerak di banyak bidang, di antaranya perdagangan, industri pangan, jasa umum, jasa konveksi, pertanian, peternakan, kelautan, sandang pangan serta kerajinan seperti tenun, anyaman, dan pakaian.

Ia menyebutkan, sebagian pelaku UMKM telah merambah dunia digital dengan memasarkan produk mereka di platform online. Namun, sebagian besar pelaku UMKM masih memanfaatkan pasar lokal dalam memasarkan dan menjual produk mereka.

“Sebagian besar pasar UMKM masih di dalam Kota Bima, Kabupaten Bima, dan Pulau Sumbawa secara keseluruhan,” ungkapnya.

Rafik menegaskan, pihaknya kerap melakukan pendampingan terhadap pelaku UMKM, yang meliputi pembinaan dan pengembangan usaha dari produksi hingga pemasaran.

Sementara dari segi bantuan modal, Pemkot Bima selama kepemimpinan Muhammad Lutfi-Ferry Sofiyan belum memberikannya. Rafik berdalih, pemberian bantuan modal dalam bentuk dana telah dilakukan BPUM.

“Kalau kita kasih lagi, berarti dobel. Untuk bantuan dialihkan ke bantuan bahan, mesin, dan peralatan. Ini lagi proses. Rencananya tahun ini. Paling lambat bulan November sekitar Rp 1 miliar,” jelasnya.

Sebelum menyalurkan bantuan tersebut, pihaknya melakukan verifikasi proposal. Kemudian dilanjutkan dengan verifikasi lapangan dengan cara bertemu secara langsung dengan pemilik usaha.

“Apakah yang bersangkutan benar-benar memiliki usaha atau tidak,” bebernya.

Keluhan Pelaku Usaha

Panji Aldino (25), pemilik kedai kopi Zeroo Coffee, mengaku kesulitan mendapatkan modal usaha tanpa ada bantuan dari pihak lain.

“Selama ini saya tidak sama sekali mendapatkan bantuan usaha dari pemerintah, bahkan selama kepemimpinan Lutfi-Feri tidak pernah sama sekali dapat bantuan,” tegasnya.

Ia juga mengaku Pemkot Bima tak pernah membuka pasar untuk usahanya. Dia mencarinya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain.

“Kami berharap Pemerintah Kota Bima dapat membantu dalam berbagai aspek,” harap Panji.

Sementara itu, Suminah (56), mengaku menghadapi masalah serupa. Pelaku usaha di sektor UKM di Lingkungan Lewisape, Kelurahan Sarae, Kecamatan Rasanae Barat ini sudah 20 tahun melakoni dunia usaha sebagai pembuat rengginang.

“Saya tidak pernah mendapatkan bantuan dari mana pun. Lebih-lebih dari Pemerintah Kota Bima. Selama ini Diskoperindag Kota Bima hanya memberi harapan palsu,” tegasnya.

Ia mengakui pernah mendapatkan bantuan saat pandemi Covid-19 melanda Kota Bima. Itu pun dalam bentuk pinjaman. Tak ada bantuan cuma-cuma.

Lima tahun lalu, kata dia, Dinas Perindustrian pernah melakukan survei terhadap usaha yang dilakoninya. Namun, hingga kini tak ada bantuan yang disalurkan Pemkot Bima kepadanya.

“Apa lagi selama pemerintahan Lutfi-Fery, tidak pernah ada bantuan,” sesalnya.

Meski begitu, pengalaman panjangnya sebagai pelaku usaha di bidang tersebut membuat produknya dikenal luas masyarakat Kota Bima.

Namun, pemilik brand rengginang Nenek Farah ini masih berharap mendapatkan bantuan dari Pemkot Bima. “Pemerintah dapat memberikan bantuan berupa alat produksi dan etalase,” harapnya.

Anggaran untuk UMKM

Wakil Ketua DPRD Kota Bima dari Fraksi PAN, Samsuri mengatakan, program pemerintah di bidang UMKM sudah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bima.

Untuk melaksanakan program tersebut, DPRD Kota Bima telah menetapkan alokasi anggaran di APBD Kota Bima 2021 senilai Rp 7 miliar. Programnya bukan hanya dalam bentuk pemberian bantuan untuk UMKM, melainkan juga untuk menciptakan 10 ribu pengusaha baru.

“Di tahun kedua beliau berdua memimpin Kota Bima, termasuk UMKM, yang berkaitan dengan janji politik saudara Wali Kota dan Wakil Wali Kota, hampir 99 persen sudah dilaksanakan,” jelasnya.

Ia menegaskan, berdasarkan data statistik, terjadi kenaikan jumlah pelaku UMKM di Kota Bima. Permintaan izin baru yang kian meningkat juga membuktikan kebenaran data tersebut.

“Berarti secara berkelanjutan, usaha Kota Bima tinggi,” katanya.

Anggaran Rp 7 miliar tersebut akan digunakan untuk bimbingan, pelatihan, dan bantuan modal. Pelaksanaannya juga melibatkan sejumlah dinas terkait untuk menangani masalah UMKM di Kota Bima.

Pengembangan bisnis, kata dia, sejatinya bergantung pada pelaku usaha. Sebagai daerah perkotaan, kompetisi tak bisa dilepaskan dari dunia bisnis.

Sementara dari segi penganggaran dan regulasi, pihaknya bersama pimpinan DPRD dan Pemkot Bima memiliki peran dan fungsi untuk mendorong pengembangan UMKM.

Ia mengakui terjadi hambatan dalam pengembangan UMKM selama pandemi Covid-19. Namun, hal itu tidak separah yang dihadapi daerah-daerah lain di Nusa Tenggara Barat (NTB).

“Kemarin juga dapat bantuan dari pusat untuk penerima manfaat sekitar 5 ribu orang kali Rp 2,4 juta per orang,” jelasnya.

Masukan Pengamat

Peneliti muda di bidang sosial ekonomi dan pertanian yang juga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Kota Bima, Irma Mardian menjelaskan, UMKM di Kota Bima kian berkembang dari tahun ke tahun.

Kata dia, kelompok milenial sudah memiliki kesadaran untuk berwirausaha. Ini juga didukung pemerintah dari segi permodalan, sarana dan prasarana.

“Bahkan pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian mulai membina petani milenial dan membantu mengembangkan UMKM berbasis pertanian atau pangan,” jelasnya.

Irma mengatakan, problem mendasar yang dihadapi pelaku usaha adalah aplikasi strategi pemasaran yang belum maksimal. Sebagian pelaku UMKM masih menggunakan cara-cara konvensional.

“Karena pemasaran masih terbatas dan konvensional, maka nasib UMKM ada yang tidak berkembang bahkan menutup usahanya,” beber dia.

Jatuh bangun dalam berwirausaha, kata Irma, merupakan hal biasa. Kejatuhan saat membangun usaha, lanjut dia, adalah langkah menuju kesuksesan.

“Tinggal pribadi pelaku UMKM-nya maukah belajar dari kegagalan yang lalu untuk perbaikan yang akan datang,” katanya.

Dia menyebutkan, pandemi Covid-19 yang disertai kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat berimbas negatif terhadap pendapatan pelaku UMKM.

Pemkot Bima, kata dia, telah berupaya memberikan pendampingan dan bimbingan, bantuan alat pengolahan, serta mengikutsertakan mereka dalam kegiatan pameran produk UMKM.

“Pemerintah melalui dinas teknis juga sangat terbuka  sebagai tempat konsultasi apabila UMKM menghadapi kendala. Apalagi pemerintah Kota Bima sudah membentuk Perumda yang bergerak juga dalam pemberdayaan dan pemasaran produk-produk UMKM khas Kota Bima,” jelasnya.

Hanya saja, pandemi Covid-19 mengakibatkan intensitas pendampingan dan bimbingan berkurang. Hal ini bisa terjadi karena keterbatasan dan pengalihan anggaran untuk penanganan virus corona.

Ke depan, saran Irma, harus ada program pemberian bantuan modal berkelanjutan untuk pelaku UMKM. Langkah ini perlu diambil untuk mendukung pengembangan ekonomi di sektor industri jasa dan pariwisata.

“Saya kira arahnya sudah bagus. Hanya saja perlu fokus UMKM apa yang ingin dikembangkan yang cukup unik tapi dibutuhkan masyarakat saat ini,” sarannya.

Selama pandemi Covid-19, sejatinya banyak peluang usaha yang tercipta, di antaranya industri olahan makanan penambah nutrisi dan daya tahan tubuh, jamu-jamu khas Bima, madu, olahan susu kuda dan lainnya.

“Kita ini juga diuntungkan dengan berkembangnya platform digital dalam pemasaran (e-commerce) sehingga jangkauan pemasaran luas. Ditambah lagi industri jasa pengiriman barang sangat lancar,” ujarnya.

Untuk mengembangkan UMKM di Kota Bima, kata Irma, Pemkot perlu mengambil langkah untuk menumbuhkan pasar-pasar baru. Langkah ini pernah diambil melalui Perumda Kota Bima, namun dinilainya belum maksimal.

Platform digital juga perlu dilirik untuk memasarkan produk. Pasalnya, jangkauannya sangat luas. Pelaku UMKM bisa berkolaborasi dengan kampus untuk mengembangkan pemasaran produk secara daring.

“Semua ini dilakukan dengan prinsip pemasaran modern,” katanya.

Ia mencontohkan STIE Kota Bima yang konsen mengembangkan pasar digital. Melakukan KKN mahasiswa, pihaknya mengadakan seminar wirausaha untuk membantu UMKM memasarkan produk melalui media sosial dan toko online

“Jadi, kolaborasi seperti ini akan bagus untuk pengembangan UMKM ke depannya. Artinya, perguruan tinggi bekerja sesuai dengan ilmunya. Sedangkan pemerintah mendukung pada aspek teknis dan fasilitasi,” sarannya.

Dari segi permodalan UMKM, ia menyarankan Pemkot Bima menyiapkan kredit lunak seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Cara ini dapat memotivasi pelaku UMKM untuk mengembangkan usaha mereka.

“Mereka akan lebih semangat berusaha karena ada cicilan yang harus dibayarkan,” katanya.

Berikutnya, Irma menyarankan pelaku UMKM melakukan inovasi terhadap produk. Sebab, ia melihat pelaku usaha di sektor tersebut masih minim inovasi.

“Perbanyak pelatihan dan bimbingan teknis bagi pelaku UMKM. Kondisi pandemi bisa disiasati secara virtual dengan Zoom Meeting,” ucapnya.

“Kita coba dan evaluasi dulu. Kekurangan dan kelemahannya di mana. Itulah yang kita sempurnakan terkait pelaku UMKM,” lanjutnya.

Irma mencontohkan para pelaku UMKM di Lawata. Tak sedikit di antara mereka yang menutup usaha karena lapak  mereka sepi pengunjung. Ia menduga penyebabnya PPKM yang sebelumnya diperpanjang Pemkot Bima.

“Situasi pandemi menyebabkan orang-orang membatasi bepergian dan ke tempat keramaian. Apalagi pandemi jilid dua dengan virus delta ini lebih berbahaya,” katanya.

Hal ini tak hanya dialami Lawata. Tapi juga sektor pariwisata umum di berbagai daerah di NTB. Karena itu, Irma menyarankan agar para pelaku usaha memanfaatkan platform digital untuk memasarkan produk mereka.

“Pemasaran secara digital yang bisa bertahan sekarang, karena pemasaran konvensional sudah terbatas,” jelasnya.

Ia juga menyarankan Pemkot Bima membuat platform digital yang digunakan para pelaku usaha untuk memasarkan produk mereka.

Pelaku UMKM juga harus dilatih agar mereka dapat melakukan diferensiasi produk, terutama produk khas Bima yang saat ini belum dikembangkan pelaku usaha.

Selain itu, perlu ada bimbingan teknis melalui video dengan memanfaatkan YouTube sehingga para pelaku UMKM dapat mempelajarinya di rumah. Bimbingan ini diharapkan dapat membantu pelaku UMKM mengemas produk mereka secara menarik.

“Berikan juga modal untuk UMKM dengan menyiapkan kredit lunak seperti KUR, khususnya untuk pengembangan usaha,” saran Irma. (*)

Penulis: Ikbal Hidayat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *