JALAN rusak masih menjadi pemandangan umum di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Jalan-jalan yang menghubungkan antar desa ataupun kecamatan dipenuhi banyak lubang.
Tambal sulam menjadi kebiasaan tahunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Hanya butuh waktu beberapa bulan, jalan kembali rusak. Hal seperti ini seolah menjadi pemandangan tahunan yang akibatnya harus ditanggung para pengguna jalan.
Salah satunya di Desa Ntonggu, Kecamatan Palibelo. Tokoh pemuda Ntonggu, Fahrudin menjelaskan, sudah dua tahun jalan di desanya mengalami kerusakan. Akibatnya, kecelakaan acap terjadi di jalan desa itu.
“Belum pernah ada korban jiwa, tapi diketahui cukup sering terjadi kecelakaan,” beber Fahrudin kepada ntbnews.com, Kamis (26/8/2021). “Warga resah dan sering mengeluh dengan kondisi jalan yang rusak parah,” lanjutnya.
Kerusakan jalan di Oi Mbo itu pun mengundang perhatian warga. Pasalnya, jalan tersebut merupakan penghubung bagi warga dalam menjalankan aktivitas ekonomi.
Selain digunakan warga untuk menuju persawahan, jalan itu juga dimanfaatkan warga Ntonggu sebagai akses ke Kota Bima untuk berbelanja dan menjual hasil pertanian mereka. Pemerintah daerah dan dinas terkait pun diharapkan dapat memberikan perhatian terhadap jalan tersebut.
“Kasihan warga, sering mengeluhkan kondisi jalan yang rusak ini. Dan semoga Bupati Bima segera mengecek dan melihat kondisi kami,” harapnya.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bima, Nggempo menjelaskan, ruas perbatasan Kota Bima lewat Oi Mbo yang menjadi kewenangan kabupaten 100% telah diaspal. Panjangnya, 4,55 kilometer (km). Hal ini merujuk pada data base jalan, sehingga kerusakan itu bukan pada wilayah Kabupaten Bima, walaupun berdasarkan umur, kondisinya diakui sudah ada yang mengalami kerusakan di beberapa titik.
Kewenangan Kabupaten
Nggempo menjelaskan, saat ini panjang jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima adalah sepanjang 831.611 km, tersebar di 18 kecamatan.
Setiap tahun, pihaknya melakukan pembaruan pemetaan kondisi jalan di Kabupaten Bima. Kemudian ditetapkan secara bersama-sama. Lalu, pemerintah menyusun dan menghitung besaran anggaran kebutuhan penanganan sesuai kondisi jalan yang tertuang dalam data base untuk jalan dan jembatan, termasuk irigasi.
Data tersebut terlapor dan terkoneksi secara nasional melalui Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan dan Peningkatan Jalan Daerah (SIPDJD). SIPDJD ini sebagai dasar untuk mengusulkan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kementerian PUPR setiap tahun.
“Panjang jalan yang permukaannya telah diaspal dari 831.611 km adalah 56,47% dari total panjang jalan yang telah teraspal,” ungkap dia.
Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR), penilaian terhadap jalan tak dilihat dari jenis penutup permukaan jalan, melainkan berdasarkan kondisi kemantapan jalan. Merujuk Permen PUPR tersebut, jalan dibagi menjadi dua: kondisi jalan mantap dan jalan tidak mantap.
Jalan mantap adalah jalan yang kondisinya baik dan jalan dengan kondisi sedang. “Sedangkan jalan tidak mantap adalah jalan dengan kondisi rusak ringan dan rusak berat,” sebut Nggempo.
Jalan dengan kondisi mantap di Kabupaten Bima panjangnya mencapai 428,93 km atau 51,58%, sedangkan jalan yang tidak mantap panjangnya 402,68 km atau 48,42%. Artinya, lebih dari setengah dari panjang jalan yang menjadi kewenangan Pemkab Bima sudah mantap.
Hal ini telah melebihi target akhir capaian kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bima 2016-2021 sebesar 45,50% dan terealisasi sebesar 51,58%. “Ini adalah wujud capaian kinerja yang telah melebihi target akhir RPJMD oleh Dinas PUPR di tahun 2020,” katanya.
Nggempo mengatakan, target ini tidak dapat dicapai oleh Dinas PUPR apabila semua pihak tidak bekerja sama dalam memperbaiki dan memajukan kondisi jalan daerah.
Pemetaan kondisi jalan di semua kecamatan se-Kabupaten Bima dilakukan pada bulan Desember. Alasannya, setiap tahun pada bulan Desember, pihaknya harus menyusun laporan capaian kinerja, laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah, serta mengirimkan data tersebut kepada SIPDJD Kementerian PUPR sebagai bahan awal pembahasan data teknis usulan DAK.
Saban tahun, pihaknya tetap menyusun prioritas penanganan. Hal ini berdasarkan kondisi jalan. Karena itu, ketika diusulkan, harus disesuaikan dengan kewenangan dan kemampuan keuangan daerah dengan memperhatikan skala prioritas.
Prioritas tersebut dirunut berdasarkan kondisi kerusakan jalan dan aspek teknis lainnya sesuai kajian teknis dan normatif prioritas dengan merujuk standar dan ketentuan yang berlaku.
Proyeksi kebutuhan penanganan jalan di Kabupaten Bima, sesuai dengan angka ketidakmantapan jalan yang totalnya 402,68 km, apabila semuanya ditingkatkan, saat ini membutuhkan dana sekitar Rp 1 triliun.
Jika kebutuhan tersebut dibagi selama lima tahun, berarti setiap tahun anggaran yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki jalan di Kabupaten Bima adalah Rp 200 miliar. Dengan syarat, tak ada penurunan kondisi jalan di tempat lain.
Selama dua tahun terakhir, sesuai kemampuan daerah di tengah pandemi, pihaknya hanya melakukan kegiatan yang menggunakan anggaran yang bersumber dari DAK. Dinas PUPR Kabupaten Bima pun mendapatkan sekitar Rp 29 miliar pada tahun 2020 dan 2021.
Dengan dana yang didapatkan itu, berarti perbaikan jalan yang dapat ditingkatkan adalah 12 km setiap tahun dari sekian banyak jalan yang belum mantap.
Pemerintah bersama masyarakat diharapkan dapat menstabilkan politik daerah agar investasi dan penganggaran di tingkat nasional berpihak kepada pemerintah daerah.
Tanpa dukungan semua pihak, katanya, mustahil pekerjaan ini dapat terwujud. Artinya, ini bukan pekerjaan rumah pemerintah daerah dan Dinas PUPR Kabupaten Bima semata, melainkan tanggung jawab setiap warga di daerah tersebut, termasuk legislatif, agar melahirkan kebijakan penganggaran yang terarah.
Kata dia, sumber pendanaan selama ini berasal dari DAU dan DAK. Program eksekutif dan legislatif harus bersinergi dan berimbang agar dapat mengarah pada peningkatan infrastruktur sesuai kewenangan. Ia berharap agar kegiatan “pokir” legislatif dapat menunjang pencapaian peningkatan kondisi jalan daerah. Karena untuk menangani jalan non-status dan jalan desa, dapat menggunakan dana desa untuk menanganinya.
Ia menyebutkan, dalam dua tahun terakhir, akibat pandemi, Pemkab Bima, termasuk Dinas PUPR mendapatkan refocusing kegiatan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19. Akibat refocusing, target pembangunan berkurang, disesuaikan dengan kemampuan penganggaran.
Namun, Nggempo menjelaskan, timnya tidak pernah tinggal diam dalam mengusulkan dan mengejar sumber pendanaan untuk mencapai target kinerja rancangan RPJMD 2021-2026.
“Menjaga kestabilan politik, sosial, budaya di tengah masyarakat merupakan salah satu faktor layak dan tidak layaknya daerah untuk mendapatkan berinvestasi,” tutupnya.
Jauh dari Harapan
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima, Rafidin mengungkapkan, selama kepemimpinan Indah Dhamayanti Putri dan Dahlan M. Noor (IDP-Dahlan), pemerintah daerah belum maksimal dalam menangani kerusakan jalan di Kabupaten Bima.
“(Perbaikan jalan) jauh dari harapan rakyat. Bupati lebih fokus terhadap urusan penyertaan modal,” beber Rafidin.
Dalam dua tahun terakhir, semua anggaran di-refocusing. Pemerintah daerah, terutama eksekutif, diharapkan memanfaatkan anggaran yang sangat minim itu untuk kepentingan rakyat.
“Atau yang langsung dirasakan oleh rakyat. Misalnya memperbaiki kerusakan jembatan, jalan, pembuatan jalan ekonomi, irigasi, dan lain sebagainya,” tutur dia.
Keseriusan Pemkab Bima dalam memperbaiki jalan terlihat dari penyusunan anggaran. Menurutnya, pemanfaatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Bima belum efektif dan efisien.
“Selain karena refocusing, anggaran kita juga yang bersumber dari PAD tidak dikelola dengan baik,” sebutnya.
Selain PAD, banyak cara yang bisa dilakukan demi mendapatkan dana untuk memperbaiki jalan, di antaranya mengusulkan anggaran dari Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, dan kementerian lainnya.

Bisa juga dengan menggunakan dana yang bersumber dari daerah. Saat ini, PAD Kabupaten Bima mencapai sekitar Rp 144 miliar. Pemerintah daerah diminta untuk menjelaskan secara detail ke mana saja dana itu dialokasikan.
“Persoalan ini harus dikaji secara bersama. Karena itu, saya minta kepada pemerintah daerah agar betul-betul memanfaatkan anggaran daerah,” imbuh Rafidin.
Anggaran daerah digunakan 70% untuk kepentingan pegawai, sementara rakyat hanya mendapatkan 30%. Ia pun meminta Bupati Bima tak melakukan penyertaan modal di BUMD karena tidak bermanfaat untuk rakyat.
“Penyertaan modal pada BUMD ini rencananya Bupati berdasarkan Perda Penyertaan Modal 2021 senilai Rp 252 miliar. Itu bersumber dari PAD,” terangnya.
Bupati mencoba memanfaatkan PAD sebesar Rp 144 miliar itu untuk penyertaan modal. Kebijakan ini dinilai Rafidin sangat keliru karena rakyat tak bisa menikmati dana yang bersumber dari PAD tersebut.
“Sekarang kami sedang membahas Raperda Penyertaan Modal. Apa sesungguhnya keuntungan bagi rakyat?” tanya Rafidin.
Solusinya, semua pihak, terutama Bupati Bima, segera melakukan komunikasi dengan DPRD Kabupaten Bima agar dapat memanfaatkan anggaran dengan baik dan benar.
“Betul-betul mengarah kepada kepentingan rakyat. Bukan untuk kepentingan kelompok. Seperti BUMD, itu kelompok namanya,” tutup Rafidin. (*)
Penulis: Arif Sofyandi