Post ADS 1

Duduk Perkara Pembunuhan Mengerikan Terduga Dukun di Kabupaten Bima

Korban penyerangan dan pembakaran rumah di Desa Kawuwu, Latif. (Istimewa)

DESA Kawuwu, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima, digemparkan dengan kematian tiga orang warga yang bernama Masrun, Taufik, dan Gofinda. Dalam pandangan sebagian orang, mangkatnya mereka tergolong tak biasa. Beredar kabar burung, ketiganya meninggal karena diracun.

Pakoh alias Ina Haja, perempuan berusia senja, serta anaknya, Mahmud, dituding sebagai biang dari kematian tiga orang warga di Dusun Kalemba tersebut. Tiga hari sebelumnya, empat orang warga disebut-sebut pernah makan di rumah Pakoh dan Mahmud. Beberapa hari kemudian, mereka merasakan mual-mual dan muntah darah. Padahal sebelum itu empat orang itu tergolong sehat.

Nama keduanya memang sudah familiar di kalangan warga Desa Kawuwu. Mereka sudah lama dituding memiliki racun mematikan serta melakukan praktik perdukunan. Namun tudingan itu tak pernah benar-benar dapat dibuktikan oleh warga.

Hingga awal bulan Februari 2021, saat ketiga warga itu sakit keras karena diduga makan racun, mereka menyebut nama keduanya sebagai biang dari penderitaan yang mereka alami. Sehari setelah makan di rumah Pakoh dan Mahmud, leher mereka seperti dicekik serta setiap kali makan nasi, mereka memuntahkannya.

Empat orang warga itu sempat dibawa ke rumah sakit. Tapi pihak rumah sakit di Kabupaten Bima menolak tiga orang di antaranya. Alasannya, mereka tak bisa lagi ditangani. Sepulang dari tempat pelayanan kesehatan itu, ketiganya meninggal dunia. Sementara itu, hingga kini satu orang masih hidup.

Serangan Tengah Malam

Pada Rabu (10/2/2021) lalu, Pakoh dan suaminya, Abdul Latif, serta anak laki-lakinya, Mahmud, tengah tertidur di rumah mereka yang berlokasi di RT 8, Dusun Kalemba. Sebelum ayam di kampung itu berkokok, tiba-tiba ia terbangun karena melihat kobaran api di dapur yang terletak di bagian belakang rumahnya.

“Kejadiannya jam setengah 2,” kata Latif saat ditemui awak media ini di Desa Sambori, Kecamatan Lambitu, Kabupaten Bima, Kamis (11/2/2021) lalu.

“Bangun. Bangun. Kebakaran. Bau minyak. Rumah kita dibakar,” kisah dia saat menceritakan kepanikannya kala membangunkan anak dan istrinya yang tidur di dua rumah terpisah.

Setelah keduanya terbangun dari tidur mereka, Latif menyuruh istri dan anaknya turun dari dua rumah yang berdampingan itu karena api kian membesar. Dalam keadaan kaget, Pakoh turun dari tangga rumahnya.

“Saat menuruni anak tangga, tiba-tiba tangan dan bagian tubuh lain dari istri saya ditebas. Setelah itu kaki saya yang tertebas. Kemudian mereka lari,” ucapnya sambil menunjuk bagian kakinya yang terkena sabetan benda tajam.

“Anak saya yang pada saat itu tengah berusaha memadamkan api kemudian lari ke arah kami dan berusaha mengejar kedua pelaku,” jelasnya.

Dua orang pembakar rumah itu berlari setelah mengetahui anak laki-laki Latif itu mengejarnya. Mereka berhasil lolos. Mahmud pun kembali ke rumah dan berusaha membantu ibunya yang telah terbaring kesakitan di dekat tangga rumahnya.

Tak ada warga lain yang membantu mereka yang tengah bergelut dengan kesakitan dan kobaran api yang menghanguskan rumah Latif dan Mahmud. Ia memakluminya. Pasalnya pada pukul 01.30 Wita semua warga sedang tidur di ladang.

Sekira pukul 07.00 Wita, barulah datang Babinsa yang membantu Latif beserta anak dan istrinya yang menjerit kesakitan karena pergelangan tangannya nyaris putus. Dengan kendaraan roda empat, Latif yang kini berusia sekira 64 tahun dan istrinya dilarikan ke RSUD Bima.

Mereka tiba di rumah sakit pada pukul 09.00 Wita. Keduanya mendapatkan perawatan intensif dari pihak RSUD Bima. Namum pada pukul 12.20 Wita, nyawa sang istri tak tertolong karena luka yang dialaminya terlalu serius. Selain tangan dan punggung yang terluka parah akibat sabetan benda tajam, tulang rusuk korban juga remuk.

Lalu, jenazah Pakoh disemayamkan di rumah kerabat suaminya sebelum dikebumikan di tempat kelahiran Latif di Desa Sambori. Desa tersebut dipilih lantaran rumah dia dan anaknya di Desa Kawuwu sudah hangus terbakar. Istrinya kemudian dimakamkan di TPU Desa Sambori pada Rabu siang.

Kami dengan perlahan menanyakan perihal tudingan praktik perdukunan dan penyimpanan racun yang dialamatkan kepada dirinya, Pakoh, dan Mahmud. Ia dengan tegas membantah “fitnah” tersebut.

Dia mengaku tidak pernah tahu soal perdukunan dan racun. “Kami tidak pernah melakukannya,” tegas Latif.

Pada kesempatan yang sama, menantu Pakoh dan Latif yang bernama Ade Laida mengaku sudah mengantongi nama dua pelaku yang membakar rumah dan membacok mertuanya. Namun ia enggan menyebutkan identitas mereka. Ade tak ingin mendahului hasil penyelidikan kepolisian.

“Maaf. Kami tidak bisa menyebutkannya. Takut terjadi fitnah. Kami sudah melaporkan ke pihak kepolisian,” tegasnya.

Penyerangan terhadap mertuanya ternyata bukan kali pertama. Hal yang sama pernah dialami Pakoh dan Latif belasan tahun lalu.

“Waktu itu kami tidak melaporkannya karena keluarga suami saya masih bisa bersabar. Tapi kali ini kami terpukul dengan kejadian ini,” ujarnya.

Di mata wanita bercadar tersebut, mertuanya adalah pasutri yang sangat taat beribadah. “Almarhumah adalah seorang ahli ibadah. Beliau tetap salat dan mengaji Alquran (meski sudah berusia senja),” jelas Ade.

Sikap Pemdes

Sekretaris Desa Kawuwu, M. Sidik. (Istimewa)

Sekretaris Desa (Sekdes) Kawuwu, M. Sidik mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan informasi untuk mengetahui duduk permasalahan di balik kasus pembakaran dua rumah dan pembunuhan Pakoh tersebut.

Ia mengaku tak ingin mendahului kepolisian dalam mengungkap musabab penyerangan yang menimpa Latif, Pakoh dan Mahmud. “Kami juga hadir dan bertanya di tengah-tengah masyarakat. Semuanya masih bungkam. Permasalahan itu hampir tidak ada yang mengetahuinya,” jelas Sekdes, Kamis (11/2/2021).

Apalagi pembakaran rumah itu terjadi tengah malam. Saat sebagian besar warga berada di ladang. Karena itu, warga tak mengetahui detail kronologis kejadian tersebut.

“Kami dan masyarakat lain tidak bisa mengidentifikasi kenapa dan siapa serta bagaimana proses pembakaran dan pembacokan itu terjadi,” katanya.

“Untuk sementara ini belum ada yang ditemukan siapa pelakunya. Berapa orang dan siapa saja yang melakukannya belum ada yang mengetahui sama sekali, karena untuk saat ini masyarakat masih bungkam. Banyak orang yang memberikan pengakuan, waktu kejadian tersebut mereka berada di luar kampung, karena saat ini lagi musim tanam,” ungkapnya.

Terkait musabab pembunuhan dan pembakaran rumah yang dilatari dugaan bahwa Latif, Pakoh dan Mahmud menyimpan racun serta melakukan praktik perdukunan, Sekdes menegaskan, informasi ini pun belum dapat diidentifikasi kebenarannya.

Dia menegaskan, pemerintah desa sangat menyayangkan aksi pembacokan dan pembakaran rumah tersebut. “Kami menyesali aksi yang melawan hukum ini,” sesalnya.

Sebagai negara hukum, lanjut dia, jika terdapat dugaan praktik perdukunan dan penyimpanan racun yang membahayakan warga, seyogyanya hal itu dilaporkan kepada aparat kepolisian untuk menindaknya.

Pemerintah desa, lanjut dia, akan bertanggung jawab atas kerugian material yang menimpa keluarga Latif. Namun nilai bantuannya akan dibicarakan lebih lanjut bersama pihak terkait seperti kecamatan dan pemerintah daerah.

“Kami sebagai pemerintah desa bersama pemerintah daerah akan ikut membantu memulihkan ekonomi atau kerugian keluarga korban,” kata Sekdes.

Ia berharap kejadian serupa tidak terulang kembali. Apalagi terdapat tindakan dari pihak tertentu yang menghakimi warga lain tanpa ada kewenangan yang menyertainya.

“Kami atas nama pemerintah mengimbau kepada seluruh masyarakat Desa Kawuwu agar tetap menjaga keamanan dan ketertiban atau tidak melakukan tindakan-tindakan yang melawan hukum,” tegas Sekdes.

Dia menyebutkan, pemerintah desa dan aparat kepolisian akan terus memberikan perlindungan terhadap korban. Selain itu, pihaknya memastikan agar tidak ada lagi penghakiman yang berujung pada kekerasan sebagaimana kejadian yang menimpa keluarga Latif.

“Kami mengimbau masyarakat agar tidak berkeluyuran atau berkumpul-kumpul, sehingga tidak terpancing dengan suasana terkini. Dan kami selalu standby dan bersiap siaga agar desa ini tetap aman,” ujarnya.

Tak hanya Sekali

Ketua Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PC ISNU) Kabupaten Bima, Samrin. (Istimewa)

Aksi main hakim sendiri di kalangan warga terhadap seseorang yang belum benar-benar terbukti melakukan praktik perdukunan tidak hanya menimpa Latif, Pakoh, dan Mahmud.

Pada 24 Juli 2020, rumah seorang kakek yang berinisial AJ (67) di Desa Sampungu, Kecamatan Soromandi, dibakar massa karena ia dituding sebagai dukun santet. Pembakaran itu dilakukan warga setelah ada satu orang yang sakit karena diduga disantet.

Ketua Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PC ISNU) Kabupaten Bima, Samrin menekankan, aksi main hakim sendiri terhadap orang-orang yang diduga melanggar hukum kerap terjadi di Bima.

Menurut dia, hal itu tidak bisa dibenarkan. Apa pun alasan yang melatarbelakanginya. Apalagi korban belum tentu melakukan praktik perdukunan dan menyimpan racun sebagaimana tuduhan yang beredar di masyarakat.

“Kami mengutuk aksi penghakiman ini. Enggak bisa cara-cara seperti ini dilakukan oleh warga. Apalagi korban masih terduga pelaku perdukunan. Masih terduga. Belum tentu benar,” ujarnya, Sabtu (13/2/2021).

Kata Samrin, praktik perdukunan memang tidak dibenarkan, baik dari perspektif agama maupun hukum negara, tetapi memeranginya dengan cara-cara yang melanggar hukum juga tidak dapat diterima oleh akal sehat.

“Orang yang terduga melanggar hukum ditindaklanjuti dengan pelanggaran hukum baru, itu sudah salah. Enggak bisa dibenarkan,” tegasnya.

Aksi penghakiman di kalangan warga tidak hanya terjadi di Kabupaten Bima, tetapi acap juga muncul di Kota Bima. Ia pun mengaku heran. Padahal tingkat pengamanan sangat ketat di wilayah perkotaan. Namun aksi barbar yang berujung pada pertumpahan darah kerap terjadi di Kota Bima.

Samrin mengatakan, peran maksimal pihak kepolisian sangat diharapkan dalam menindak para pelaku pembunuhan dan pembakaran dua rumah di Desa Kawuwu. Dengan begitu, ia berharap tidak ada lagi kasus serupa yang terjadi di Bima.

“Kami mengharapkan pihak kepolisian mengusut kasus di Desa Kawuwu agar para pelaku ditangkap dan diadili sesuai hukum yang berlaku, karena negara kita ini negara hukum. Siapa pun yang melakukan pelanggaran, dia harus ditindak dan diadili,” tegas Samrin. (*)

Penulis: Arif Sofyandi & Akbar

Editor: Ahmad Yasin Maestro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *