Post ADS 1

Bumi Maja Labo Dahu Dalam Genggaman Dinasti Politik Dinda.

Kota Bima, ntbnews.com – Seluruh tahap Pemilu telah usai, Paslon Capres – Cawapres dan Calon Anggota Legislatif (Caleg) terpilih juga telah dilantik. Di Kabupaten Bima, dua belas Partai politik telah resmi mendapatkan kursi di Legislatif. Dari 44 kursi yang tersedia, Partai Golongan Karya (GOLKAR) memperoleh suara  sebanyak 63.545. Dengan jumlah tersebut, Partai yang digawangi oleh Indah Dhamayanti Putri di Kabupaten Bima kembali meraih kursi terbanyak dengan jumlah sembilan kursi. Di daerah Pemilihan (DAPIL) Bolo-Madapangga, anak sulung Bupati Bima, Muhammad Putera Ferryandi memperoleh suara sebanyak 8.447. IDP juga turut memboyong adik kandungnya yakni Diah Citra Pravitasari untuk maju di Dapil lima yang meliputi Kecamatan Sape dan Lambu. Wanita yang akrab disapa Dita tersebut meraih suara terbanyak di Dapilnya dengan perolehan suara 4.459.

Estafet kepemimpinan lembaga Eksekutif dan Legislatif di bawah pengaruh Dinda semakin tak terkontrol, Setelah Yandi memimpin DPRD Kabupaten Bima, kini kursi ketua DPRD akan dihangatkan oleh Dita selama lima tahun mendatang. Sementara itu, Yandi yang semula dipersiapkan oleh Dinda untuk menjadi suksesornya di DANA MBARI sebutan lain Bima mendapatkan karpet merah untuk maju di Pilkada Kabupaten Bima. Selain itu, Dinda yang masih memiliki pengaruh di Kabupaten Bima ikut maju di Pemilihan Gubernur (Pilgub) NTB, menerima pinangan dari mantan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Turki Lalu Muhammad Iqbal sebagai calon wakilnya. Tidak hanya itu, Dinasti politik Dinda makin tumbuh subur di Bima setelah ia mengunci beberapa jabatan strategis di Pemerintah Kabupaten Bima. Sebut saja Laily Ramdhani yang diangkat oleh Dinda sebagai Kepala Badan Kepegawaian (BKD) Pemkab Bima. Laily merupakan adik ipar IDP. Di periode Ke dua, Dinda juga mengorbitkan kedua pamannya yakni Afifudin sebagai Kepala Dinas (Kadis) Pertanian Dan Perkebunan serta Ade Linggi Ardi sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bima.

Tingkat Kecerdasan Pemilih Menentukan Tumbuh Subur Dinasti Politik

Dinasti politik seperti yang terjadi di indonesia merupakan suatu hal yang anomali atau kontradiktif. Pada prinsipnya, demokrasi hadir untuk menghapus sistem monarki. Namun dalam prakteknya demokrasi membuka ruang bagi tumbuh suburnya dinasti politik. Lantaran sistem perpolitikan di indonesia tidak membatasi keluarga atau kerabat penguasa untuk berkompetisi di Pemilu maupun pilkada.

“Dilemanya ini, karena demokrasi yang lahir di indonesia ini semangat utamanya untuk membasmi dinasti politik tapi secara langsung demokrasi kita membuka ruang bagi lahirnya dinasti politik”, Ujar Zaenal Abidin Riam, Direktur Eksekutif PUSKAPI (Pusat Kajian Pemilu Indonesia) belum lama ini.

Menurutnya dinasti politik tumbuh subur lantaran masih adanya permakluman di tengah masyarakat untuk tidak mempersoalkan dinasti politik. Ia menambahkan bahwa ketika masyarakat menganggap dinasti politik merupakan suatu hal yang biasa saja. Hal ini berkaitan dengan tingkat kecerdasan. Masyarakat sebagai pemilih sangat menentukan tumbuh suburnya dinasti politik. Semakin tinggi kecerdasan pemilih, maka dinasti politik akan susah untuk tumbuh subur. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan pemilih, maka ada ruang dinasti politik untuk tumbuh subur.

Selain itu kata Enal, penguasa cenderung menggunakan kekuatan politik yang mapan dan dominan untuk mengawetkan kekuasaannya. Kekuatan politik ini sulit untuk dihitung. Terlebih lagi tidak adanya pesaing yang kuat untuk menyaingi dinastian atau penikmat dinasti. Akhirnya kekuatan politik ini dapat bertahan dalam waktu yang lama.

Dalam konteks pilkada kabupaten bima dan pilkada NTB kata Enal, untuk menilai keberhasilan IDP dan Yandi maka perlu ada indikator untuk menilai keberbasilan ibu dan anak ini selama memimpin. Seperti yang diketahui bahwa Indah Dhamayanti Putri sebagai Bupati dan Muhammad Feryyandi Putra sebagai Ketua DPRD Kabupaten bima selama memimpin dapat memajukan Bumi Maja Labo Dahu, atau membuatnya stagnan, atau justeru mengalami kemunduran terlebih lagi pada periode ke dua IDP memimpin saat ibu dan anak ini berkolaborasi. Indikator itu antara lain yaitu kemisikinan, pelayanan publik, dan kebebasan berpendapat.

“Yang paling bisa mengukur berhasil atau tidak yaitu masyarakat kabupaten bima itu sendiri”, jelas Enal.

Untuk mengakhiri hegemonii keluarga Dinda, mesti lahir pemilih-pemilih cerdas di kabupaten bima, karena pemilih cerdas tidak akan memenangkan dinasti politik. Pemilih yang cerdas cenderung memilih berdasarkan rekam jejak dan kompetensi. Selain itu harus ada pihak-pihak yang memiliki rekam jejak yang mumpuni, memiliki kompetensi kepememimpinan yang layak untuk didorong di ruang politik dan berhadapan dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan dinasti politik.

“Pada prinsipnya dinasti politik itu pasti ada upaya untuk mempersiapkan pelanjutnya. Jadi ini tidak hanya terjadi di dima. Tapi juga terjadi di tempat lain. Itu rumus dasar dinasti politik. Semua dinasti politik itu pasti mempersiapkan keluarganya. Apakah dia sudah lama dipersiapkan atau baru disiapkan”, tegasnya.

Rapor Merah Dinda dan Yandi

Meski dibekali dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar satu Triliun lebih per tahun, Dinda tak mampu mensejahterahkan rakyatnya. Hal tersebut tercermin dari Data dan Informasi Kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Barat 2019-2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bima tahun 2019 mencapai 71.950 jiwa atau 14,76 persen. Meski sempat turun diangka 71.320 di tahun 2020, kemiskinan di Kabupaten Bima meningkat tajam di tahun 2021 sebanyak 75.490. Kemudian turun di tahun 2022 menjadi 75.490 jiwa atau (14,5%). Dinda hanya mampu menyelamatkan 755 jiwa dari jurang kemiskinan di tahun 2023. Dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tersebut Kabupaten Bima selalu menempati posisi puncak daftar penduduk miskin di seluruh Kabupaten/Kota di pulau Sumbawa. Yandi yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bima hanya menyaksikan tanpa mengkritik dan menegur sang ibu yang tak cakap mengengola uang rakyat tersebut.

Indek Pembangunan Manusia (IPM) di Bima dalam empat tahun belakagan ini tidak begitu menggembirakan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB mencatat rapot merah IDP dalam membangun IPM di Dana Mbari. Kabupaten Bima selalu menempati posisi dasar pada daftar IPM di pulau Sumbawa. Pada tahun 2020 IPM tercatat 68,36 persen. Kemudian meningkat pada tahun 2021  68,72 persen. Pada tahun 2022 mengalami peningkatan menjadi 69,63 persen. Di tahun 2023 merangkak naik menjadi 70,33 persen. Jauh tertinggal dari Kota Bima yang mencapai IPM sebanyak 78,24 persen pada tahun 2023. Janji Dinda maupun Yandi akan kesejahteraan saat kampanye kini jauh panggang dari api. Bahkan untuk kebutuhan dasar rakyat seperti jaminan kesehatan pun tak mampu dipenuhi oleh Dinda. Jainuddin yang merupakan Kepala BPJS Kesehatan Kabupaten Bima mengaku bahwa Kabupaten Bima tercatat baru melakukan Universal Healt Coverage (UHC) Non Cut Off pada Desember 2023. Pihaknya saat ini telah melayani 97.000 perserta BPJS Kesehatan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Pemda. Sebuah kenyataan yang jauh berbeda dengan pemerintah Kota Bima yang melakukan UHC sejak tahun 2019 walau hanya dengan APBD hanya 800 milyar.

“Kalau masalah itu kembali kepada alokasi anggaran sih mas. Perbedaannya, UHC Cut Off, jika daftar bulan ini bulan depan baru aktif. Sedangkan Non Cut Off, daftar hari ini langsung aktif”, Kata Jainuddin.

Itu pun kata Jainuddin, anggaran yang dialokasikan saat ini hanya mampu melayani peserta yang gawat darurat (emergency) dari bulan September.

“Kriteria pemda UHC Non Cut Off tahn 2024, cakupan peserta minimal 98 persen dari jumlah penduduk dengan tingkat keaktifan peserta 75 persen dari jumlah penduduk. Tahun depan berubah lagi menjadi 80 persen”, jelasnya.

Tidak hanya itu perhatian IDP terhadap rumah ibadah tidak begitu besar, di Kabupaten Bima masih banyak bangunan masjid dan musholah yang masih bangunan lama. Salah satunya masjid Al-Furqon Dusun Rore Desa Dumu Kecamatan Langgudu. Masjid tersebut merupakan masjid utama bagi warga dusun setempat. Dalam tiga tahun belakangan ini, warga setempat bergotong royong dan swadaya untuk merehab bangunan masjid. Selain dari anggaran dana desa sebesar 50 juta, iuran dari para petani pasca panen sebesar 200.000 menjadi asa mereka agar mimpi mendapatkan bangunan masjid yang baru dapat terwujud. Bahkan untuk biaya operasional masjid dibiayai dari sisa iurunan warga tersebut.

“Sudah beberapa kali saya mengajukan ke bagian kesra pemda bima tapi tidak ada hasil”, ungkap salah seorang warga yang dentitasnya kami rahasiakan”, (*)

 

Penulis: Iki

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *