Post ADS 1

Benang Kusut Dinasti Politik di Bumi Indonesia

Kota Bima – ntbnews.com – Beragam motivasi dari berbagai individu untuk terjun ke dunia politik, mulai dari keinginan merubah kondisi ekonomi keluarga lantaran kepincut dengan materi melimpah karena iming-iming gaji besar serta tunjangan lain.

Hingga hasrat untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan atau dinasti politik.

Berbicara masalah dinasti politik atau politik kekerabatan, masih segar dalam ingatan publik mengenai drama politik nasional yang mewarnai pencalonan putra sulung Presiden Jokowi yakni Gibran Rabuming Raka melalui putusan 90 Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin langsung oleh Ketua MK Anwas Usman yang juga merupakan paman Gibran. Keputusan tersebut yang membuatnya dicopot dari kursi Ketua MK lantaran pelanggaran berat yang diputus oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

“Semua bisa melihat bahwa putusan MK itu dirancang untuk memuluskan langkah Gibran untuk maju pada kontestasi pilpres”, kata Zainal Abidin Riam Koordinator Presidium Demokrasian Institute belum lama ini.

Pria yang karib disapa Enal ini menyoroti gugatan terhadap MK yang telah dirancang untuk memaksakan Putra sulung Jokowi untuk ikut berkontestasi pada pilpres. Hal tersebut didasari Gibran yang merupakan penguasa di kota Solo.

“Itu ada di latar belakang gugatan dari orang yang menggugat itu”, ujar Enal.

Ia tidak sepakat ketika putusan MK dianggap oleh beberapa kelompok untuk mewakili kaum milenial pada kontestasi pilpres yang tinggal menghitung hari. Ia justeru mengganggap pencalonan Gibran telah menutup ruang bagi orang lain yang lebih berkompeten untuk maju ke gelanggang Pilpres.

“Sebenarnya kebetulan saja, Gibran ini anak muda sehingga putusan MK ini dalam rangka untuk mendorong kaum muda. Seandainya yang maju ini bukan gibran? dan usianya juga bukan usia anak muda? Anggaplah usia gibran ini 50 an secara otomatis dia sudah memenuhi syarat”, ucap Enal.

Secara personal Dosen di Universitas PTIQ Jakarta menolak politik dinasti, sebab menurutnya yang diuntungkan hanya keluarga yang sedang berkuasa. Sementara masih banyak putra putri terbaik bangsa yang lebih berkompeten untuk maju sebagai kontestan politik. Kendati demikian dia tak menolak jika figur yang diusung memiliki kompetensi

“Yang bermasalah itu orang yang tidak memiliki kompetensi lalu kemudian dipaksakan maju hanya karena dia memiliki kekuasaan. Hanya karena dia bagian dari anak dari orang yang sedang berkuasa, Maka itu yang salah”, tegas Enal.

Dinasti Politik di Bumi Maja Labo Dahu

Dalam konteks kedaerahan, demokrasi juga memberikan peluang bagi setiap warga negara untuk berkontestasi di pemilu. Dari Daftar Caleg Tetap (DCT) yang dirilis oleh KPUD Provinsi NTB ada beberapa politisi di Kota dan Kabupaten Bima yang memboyong Keluarga dan kerabatnya untuk maju Pemilu 2024.

Para politisi tersebut tidak hanya memiliki modal politik. Namun juga memiliki modal finansial yang lebih untuk bertarung memperebutkan kursi legislatif di daerah hingga pusat. Tidak hanya itu, mereka juga terbilang sukses membangun trah kekuasaan di Bumi Maja Labo Dahu dalam beberapa tahun belakangan ini.

Dinasti Politik di Kabupaten Bima

Di Kabupaten Bima, Bupati Bima Indah Damayanti Putri masih terlihat kokoh menggawangi dinasti politik dari trah Kesultanan Bima sejak terpilih sebagai anggota DPRD kabupaten bima pada pemilu periode 2014-2019.

Wanita yang karib disapa Umi Dinda tersebut sukses mengembalikan kejayaan keluarga kesultanan Bima kala ia memenangkang pilkada pada tahun 2016. Jabatan yang pernah ditinggal mati oleh mendiang suaminya yakni Ferry Zulkarnain yang mangkat pada 26 Desember 2013. Dan digantikan oleh Wakilnya saat itu yakni Syafrudin M. Nur.

Pemilu 2019-2024, IDP sukses mengantar anak sulungnya yakni Muhammad Putra Ferryandi sebagai anggota DPRD Kabupaten terpilih dengan perolehan suara sebanyak 4.729 di daerah pemilihan (Dapil) 2 yang meliputi Kecamatan Bolo Dan Madapangga. Di dapil tersebut Partai Golkar sukses meraih 2 kursi sekaligus menobatkan Yandi sebagai Ketua DPRD lantaran memperoleh suara terbanyak di partai berlambang beringin tersebut.

Kini di pemilu 2024-2029, Politik kekerabatan keluarga Kesultanan Bima semakin masif dilakukan, IDP yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Bima memberikan ruang bagi keluarga dan kerabatnya untuk bertarung di kursi Legislatif dengan kembali memboyong Yandi di Dapil 2.

Kemudian adik kandungnya yakni Dita Citra Pravitasari yang maju di Dapil 5 yang meliputi Kecamatan Sape dan Lambu serta kedua iparnya yakni Ferdiansyah Fajar Islami Caleg DPRD Provinsi NTB Dapil 6 Yang mencakup Kota Bima, Kabupaten Bima, dan Kabupaten Dompu dan Ferra Amelia yang maju di Dapil NTB 1 yang mewakili Pulau Sumbawa.

Dinasti Politik di Kota Tepian Air

Di Kota Bima, mantan Wali Kota Bima, M. Qurais H. Abidin juga tak kalah masif membangun dinasti politik di Kota Tepian Air dalam satu dekade terakhir, sejak menjabat sebagai Wali kota di tahun 2010 menggantikan M. Nur A. Latif yang meninggal pada 8 Maret 2010, H. Qurais sapaannya sudah lebih dulu membangun dinasti politik, jauh sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) melegalkan dinasti politik melalui putusan nomor 33/PUU-XIII/2015 dengan menunjuk A. Rahman H. Abidin yang merupakan adik kandung sebagai Wakilnya. Tak hanya itu, di periode ke dua mereka menjabat, Qurais sukses mengantar anak sulungnya yakni Selvy Novia Rahmayani sebagai anggota DPRD Kota Bima periode 2014-2019.

Di pemilu 2024, klan politik H. Abidin kembali menggurita di semua tingkatan daftar Calon anggota Legislatif (Caleg) dari Partai Demokrat. Selvy Novia Rahmayani kembali mencoba peruntungan Dapil 4 DPRD Kota Bima yang meliputi Kecamatan Raba dan Rasanae Timur.

Dari Dapil 2 yakni Kecamatan Rasanae Barat. Putra ke tiga Qurais sekaligus Ketua DPC Partai Demokrat Kota Bima Muhammad Riyan Permadi juga ingin mempertahankan kursi legislatif yang ia raih pada pemilu 2019. Ida Rahayu H. Abidin yang merupakan adik kandung Qurais juga bertengger di daftar caleg DPRD Provinsi NTB Dapil 6 dari Partai Demokrat. Qurais sendiri juga ikut menghangatkan perburuan 3 kursi DPR RI Dapil NTB 1 dari Pertai berlambang bintang Mersi tersebut.

Selain itu, Ketua DPRD Kota Bima Alfian Indrawirawan yang juga Ketua DPD 2 Partai Golkar Kota Bima tengah mencoba membangun dinasti politik dengan memboyong sang istri yakni Sary Desiaty untuk maju di Pileg DPRD Kota Bima. Tak mau ketinggalan, Wakil Ketua DPRD Kota Bima Syamsuri ikut mengorbit putri sulungnya untuk maju di pileg DPRD Kota Bima melalui Partai Amanat Nasional (PAN).

Dinasti politik di tingkat daerah semakin masif terjadi dan tidak terkontrol, untuk itu Enal menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat sebagai pemilih untuk lebih selektif memilih calon pemimpin atau wakil rakyat dengan memperhatikan rekam jekak dan kompetensi yang dimiliki figur tersebut.
Karena pilihan tersebut kata Enal akan berdampak pada kesejahteraan bagi rakyat.

“Tapi kalau pada dasarnya mereka ini tidak memiliki kompetensi maka akhirnya mereka ini tidak bisa menenuhi janji politiknya. Dengan kata lain, mereka ini tidak akan bisa memenuhi hal-hal yang bisa mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat”, terangnya.

Enal berkata, tujuan demokrasi akan sulit tercapai jika calon anggota legislaif terpilih dan yang sedang berkuasa di eksekutif berasal dari keluarga yang sama. Sebab menurut Enal fungsi kontrol legislatif terhadap eksekutif tidak berjalan efektif.

“Sebaliknya, eksekutif merasa tidak diawasi oleh legislatif. Karena menganggap bahwa yang duduk di legislatif adalah keluarga mereka juga. Ini kembali lagi kepada rakyat, semestinya yang duduk di pimpinan legislatif dan di pimpinan eksekitif tidak barasal dari keluarga yang sama”, cetusnya.

Cost Politik dan Money Politik

Selain modal sosial, seseorang sebelum memutuskan untuk maju berkontestasi hendaknya memiliki modal ekonomi. Pasalnya biaya politik di indonesia cukup mahal. Biaya politik yang dimaksud yakni cost politik untuk membiayai seluruh aktivitas politik selama pencalonan seperti sosialisasi dan kampanye. Namun lain halnya dengan money politik yang acap kali digunakan oleh para peserta pemilu untuk mempengaruhi suara Pemilih.

“Dalam sejarah pemilihan langsung, yang pertama kali melakukan money politik adalah para caleg dalam rangka untuk mempengaruhi suara pemilih”, papar Enal.

Langkah Pencegahan Money Politik

Menurutnya dibutuhkan kesadaran kolektif dari semua pihak agar money politik dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Dibutuhkan kekompakkan dari para peserta pemilu untuk tidak melakukan tindak pidana pemilu tersebut. Dan juga kesadaran masyarakat sebagai pemilih agar memilih calon pemimpin atau wakil rakyat berdasarkan kompetensi dan rekam jejak dengan cara memberikan pendidikan politik, tidak hanya dari penyelenggara pemilu, akan tetapi juga dari partai politik dan kelompok pegiat demokrasi.

“Money politik itu tidak dapat memberikan jaminan bagi mereka untuk terpilih nantinya”, jelas Enal.

Selain itu kata Enal, sistem rekruitmen caleg oleh partai politik juga harus dibenahi dengan cara selektif memilih calon anggota legislatif berdasarkan kompetensi dan loyalitas terhadap partai sebagai reward atas dedikasinya.

“Jangan sampai misalnya ada orang yang sudah lama berkarir di partai A puluhan tahun mungkin dia mau nyaleg tiba-tiba tidak diberikan ruang hanya karena ada orang lain di luar partai yang masuk baru masuk partai tiba-tiba mereka yang diberi ruang hanya karena mereka memiliki modal sosial yang cukup besar. Kalau yang terjadi seperti itu, pendidikan politik tidak terjadi”, imbuhnya.(Akbar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *