Post ADS 1

Tradisi Nyongkolan di Pulau Lombok, Menggugah Budaya dan Kebersamaan

MATARAM, ntbnews.com – Tradisi nyongkolan adalah sebuah kegiatan adat yang menyertai rangkaian prosesi perkawinan pada suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Acara ini menjadi simbol kebersamaan dan bentuk penghormatan kepada keluarga pengantin wanita.

Nyongkolan dilakukan dengan arak-arakan kedua mempelai dari rumah pengantin pria menuju rumah pengantin wanita, diiringi oleh keluarga dan kerabat dengan menggunakan pakaian adat serta alunan musik tradisional seperti gamelan, kelompok kecimol, atau gendang beleq.

Proses Pelaksanaan Nyongkolan

Secara tradisional, nyongkolan merupakan bentuk arak-arakan yang menggambarkan perjalanan mempelai pria dan rombongannya ke rumah mempelai wanita.

Namun, karena faktor jarak, prosesi ini biasanya dimulai dari titik yang berjarak sekitar 0,5 hingga 1 kilometer dari rumah mempelai wanita, tidak dilakukan dari rumah mempelai pria secara harfiah.

Hal ini dilakukan untuk memudahkan prosesi namun tetap menjaga keaslian tradisi nyongkolan.

Tujuan utama dari nyongkolan adalah untuk memperkenalkan pasangan pengantin kepada masyarakat, terutama kepada kerabat dan tetangga di mana mempelai wanita tinggal.

Pada umumnya, sebagian besar rangkaian pernikahan dilaksanakan di rumah mempelai pria, sehingga melalui nyongkolan, kedua mempelai dipertemukan dengan komunitas keluarga pengantin wanita.

Pakaian Adat dan Aturan Iring-iringan

Dalam prosesi nyongkolan, setiap peserta menggunakan pakaian adat Sasak yang khas. Para pria mengenakan pakaian adat yang disebut godek nongkek, sedangkan para wanita memakai lambung dan kebaya.

Pakaian adat ini mencerminkan kekayaan budaya Sasak yang masih dijaga hingga kini.

Lebih dari sekadar pakaian, barisan dalam iring-iringan nyongkolan juga memiliki aturan tersendiri yang mengacu pada adat dan budaya Sasak.

Barisan terdepan biasanya diisi oleh pengiring musik, seperti pemain gendang beleq, yang mengiringi seluruh prosesi dengan ritme yang meriah.

Barisan berikutnya adalah keluarga pengantin, diikuti oleh pasangan pengantin yang berjalan di tengah-tengah rombongan.

Nyongkolan di Era Modern

Hingga saat ini, tradisi nyongkolan masih tetap hidup dan bisa ditemui di berbagai sudut Pulau Lombok, terutama pada akhir pekan setelah shalat Dzuhur.

Iring-iringan ini menarik perhatian masyarakat lokal karena suasana meriah yang dihasilkan oleh musik dan kostum adat yang dikenakan peserta.

Tak jarang, masyarakat berkumpul di sepanjang jalan untuk menyaksikan prosesi ini dan ikut merasakan kebahagiaan kedua mempelai.

Dengan menjaga dan melestarikan tradisi nyongkolan, masyarakat Sasak Lombok tidak hanya merayakan cinta dalam pernikahan, tetapi juga menjaga kebudayaan yang telah menjadi identitas mereka selama berabad-abad.

Nyongkolan menjadi bukti bahwa di tengah modernisasi, nilai-nilai tradisi masih tetap relevan dan dihormati oleh generasi muda.

Pelestarian Nyongkolan sebagai Daya Tarik Wisata Budaya

Tradisi nyongkolan juga memiliki potensi besar dalam mendukung sektor pariwisata di Pulau Lombok. Wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, kerap tertarik untuk menyaksikan langsung prosesi adat ini.

Oleh karena itu, pelestarian tradisi nyongkolan dapat sekaligus memperkenalkan kekayaan budaya Lombok kepada dunia luar, menjadikannya sebagai salah satu daya tarik wisata budaya yang unik dan menarik.

Nyongkolan tidak hanya menjadi simbol pernikahan, tetapi juga menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini, menjaga keaslian budaya Sasak dan memperkenalkannya kepada generasi mendatang.(*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *