LOMBOK UTARA, ntbnews.com – Duka mendalam menyelimuti warga Kabupaten Lombok Utara (KLU) setelah seorang perempuan tunawicara berusia 44 tahun meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya.
Kasus ini mengguncang masyarakat karena diduga kuat korban menjadi korban kekerasan seksual oleh suami dari sepupunya sendiri.
Korban yang merupakan mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI) diketahui kembali ke kampung halaman dalam kondisi kesehatan menurun drastis.
Ibu korban, Masinah, mengungkapkan bahwa sejak kepulangannya, korban hanya mampu beraktivitas terbatas dan kehilangan kemampuan berbicara.
“Almarhumah memang sakit. Saya kira perutnya membesar itu karena penyakitnya,” ungkap Masinah, menahan tangis.
Tragisnya, kondisi hamil korban baru terdeteksi saat dirinya mengalami kontraksi hebat. Dalam kondisi tubuh yang sangat lemah dan asupan nutrisi yang minim, korban hanya mampu mengonsumsi air gula.
Kedua kakinya juga dilaporkan membengkak parah. Sayangnya, nyawa korban maupun bayinya tidak dapat diselamatkan.
Kecaman dan Desakan Proses Hukum Tegas
Kasus memilukan ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk kalangan legislatif di KLU. Anggota DPRD KLU dari Fraksi Demokrat, Ardianto, mengecam keras tindakan pelaku dan menegaskan bahwa proses hukum harus tetap berjalan.
“Meskipun ada potensi upaya perdamaian, proses hukum harus tetap berjalan. Kita tidak boleh membiarkan kasus kekerasan seksual seperti ini selesai hanya dengan permintaan maaf. Pelaku harus diberikan hukuman setimpal agar ada efek jera,” tegas Ardianto.
Ia juga menyoroti meningkatnya kasus kekerasan seksual di wilayah KLU yang dinilai sangat mengkhawatirkan. Menurutnya, pemerintah daerah perlu mengambil langkah serius dan sistematis dalam upaya pencegahan.
“Pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual harus dilakukan secara simultan. Pemerintah daerah juga perlu menggencarkan sosialisasi tentang bahaya penyalahgunaan media sosial yang bisa memicu perilaku menyimpang,” tambahnya.
Perlindungan Perempuan dan Kelompok Rentan Jadi Prioritas
Tragedi ini menjadi pengingat penting akan perlunya perlindungan yang lebih kuat terhadap perempuan dan kelompok rentan.
Para pemerhati sosial dan aktivis HAM mendorong adanya edukasi berkelanjutan dan sistem hukum yang berpihak pada korban.
Perlindungan menyeluruh, edukasi berbasis komunitas, serta penegakan hukum yang tegas menjadi langkah strategis agar kasus serupa tidak terulang kembali di masa mendatang. (*)