Jakarta, Ntbnews.com – Selama tahun 2020, terdapat ratusan siswa yang putus sekolah di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Penyebabnya, pernikahan usia remaja dan tak kembali ke sekolah karena para pelajar lebih memilih mengikuti orang tua mereka untuk bertani.
Menanggapi hal itu, Anggota DPR RI Dapil NTB II, Sari Yuliati mengatakan, para pelajar yang putus sekolah di provinsi tersebut tak terlepas dari kultur dan pola pikir sebagian orang yang tak menganggap penting pendidikan.
“Misalnya anak perempuan, ada yang beranggapan, buat apa sih sekolah, ujungnya ke dapur juga. Kesadaran itu yang sebenarnya menjadi pangkalnya,” jelas Sari kepada Ntb News di Jakarta Pusat, Kamis (28/5/2021).
Karena itu, ia menyebutkan, semua pihak memiliki tugas untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya sekolah.
Masalah seperti ini, kata Sari, tak bisa diselesaikan oleh satu atau dua orang. Perlu organisasi yang mengorganisasi kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk menyelesaikan problem tersebut.
“Saya masuk politik dasarnya itu. Karena saya ingin berbuat untuk orang yang lebih banyak. Mungkin kalau saya pribadi, saya bisa menyekolahkan dua atau tiga orang,” ujarnya.
“Tetapi apakah mereka bisa menyelesaikan persoalan kultural tadi? Makanya perlu masuk politik dan mengorganisasi supaya perubahan itu lebih signifikan,” lanjut politisi Golkar tersebut.
Sari menjelaskan, pemerintah daerah sejatinya sudah mengambil beberapa langkah untuk meminimalisasi pelajar yang putus sekolah.
Kata dia, Gubernur NTB Zulkieflimansyah pun telah merilis berbagai beasiswa untuk para pelajar NTB agar dapat melanjutkan pendidikan di dalam dan luar negeri.
“Pemerintah pusat juga banyak mengeluarkan beasiswa dari SD, SMP, dan SMA,” jelasnya.
Dengan begitu, tugas pemerintah daerah adalah “menangkap” program pengembangan pendidikan yang terdapat di pemerintah pusat.
“Contohnya kemarin kami sudah mengusulkan lebih dari empat ribu siswa dari berbagai tingkatan: SD, SMP, dan SMA/sederajat untuk mendapatkan beasiswa. Tetapi mereka itu di luar yang memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP),” ungkap Sari. (*)
Penulis: Ufqil Mubin