Bima, Ntbnews.com – Pernikahan di bawah umur sedang marak terjadi di Indonesia. Setahun terakhir, terdapat 18 provinsi yang mengalami peningkatan signifikan jumlah pasangan yang menikah di bawah usia yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Perkawinan.
Magister Kesehatan Reproduksi Wahidah menyebutkan, terdapat beragam sebab yang mengakibatkan pasangan melakukan pernikahan di usia dini. Di antaranya pacaran dan faktor ekonomi.
“Tapi yang lebih banyak alasannya yang kita temukan adalah karena pacaran, sehingga mereka menikah. Apalagi karena terjadi ‘sesuatu’. Jadi menikahlah mereka. Daripada tidak dihalalkan dan nanti akan menjadi persoalan baru,” jelasnya, Selasa (23/3/2021).
Dia menjelaskan, pernikahan di usia dini akan berpengaruh secara biologis. Perempuan akan menghadapi risiko pendarahan karena sistem reproduksinya belum matang.
“Dia belum tahu cara menanganinya, bahkan juga akan berpengaruh terhadap psikologisnya dan akan memperkuat terjadinya proses pendarahan,” jelasnya.
Risiko lain, anak lahir prematur, berat badan anak rendah, kurang gizi (stunting) hingga ibu dan bayinya berpeluang meninggal saat persalinan.
Wahidah mengungkapkan, pernikahan dini juga rentan menghadapi perceraian. Berdasarkan temuannya, umumnya perempuan menggugat cerai suaminya.
“Nah, ini persoalan psikis yang tidak bisa dianggap sebelah mata, karena usianya belum matang. Dapat menyebabkan percekcokan yang berujung pada kekerasan fisik maupun verbal yang dapat berpengaruh hebat pada psikis,” bebernya.
Karena itu, dia menyarankan agar pernikahan dini dihindari. Beberapa langkah yang dapat ditempuh yakni bimbingan dan konseling yang menyasar anak, orang tua, dan institusi terkait.
Bagi anak, hal ini bertujuan agar ia memahami dan mengerti tentang dirinya, baik secara fisik maupun psikis. Khusus bagi perempuan, bisa dibimbing untuk memahami batasan-batasan dalam berhubungan dengan laki-laki.
Dia juga menyarankan, pendidikan agama sangat penting untuk anak. Hal ini sebagai perisai agar anak-anak dapat memahami batasan dalam berhubungan dengan lawan jenis.
Wahidah menjelaskan, pernikahan di bawah umur terjadi karena kontrol dari orang tua terhadap anak yang masih minim.
Ia menyarankan agar orang tua membangun kedekatan sejak dini. Tugasnya, mendengarkan cerita anak. Dari hati ke hati. Juga menjadi teman atau sahabatnya. Tetapi anak juga harus mengerti posisi orang tuanya.
“Orang tua sebagai sahabat sekaligus sebagai orang tua yang dihargai dan dimengerti oleh mereka. Kata kuncinya, orang tua jadi teman, tapi tahu batasan,” kata Wahidah.
Kedua orang tua pun mesti melihat dan memahami perkembangan anak mereka. Terlebih penggunaan gadget yang sangat masif di era kiwari. Memang hal ini tak dapat dihindari.
“Cara terbaiknya adalah orang tua harus melihat dan mengontrol aktivitas dan memberikan pendidikan serta ciptakan rasa cinta dan kasih sayang terhadap anak, sehingga mereka menemukan ketenangan, keamanan dan kenyamanan di rumah,” pungkas Wahidah. (*)
Penulis: Arif Sofyandi
Editor: Ahmad Yasin