Mataram, ntbnews.com – Akhir-akhir ini, publik menyoroti pengelolaan lahan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) seluas 65 hektare oleh PT Gili Trawangan Indah (GTI).
Pengelolaan lahan yang berlokasi di Gili Trawangan itu menuai kontroversi setelah 25 tahun dikelola PT GTI. Sejak peletakan batu pertama pada 27 Desember 1996, PT GTI belum dapat mengelola hak atas tanah tersebut.
Manager Umum PT GTI, Burhanudin mengatakan, pihaknya akan berkomitmen dan mengikuti sembilan pokok kesepakatan dalam addendum kontrak produksi pengelolaan aset lahan tersebut apabila Pemprov NTB mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.
“Karena kami melihat nasib 800 pengusaha besar maupun lokal yang ada di sana. Ini akan menjadi musibah besar kepada kami sebagai pengusaha,” ungkapnya, Jumat (11/6/2021) malam.
Burhanudin menambahkan, Pemprov NTB perlu mempertimbangkan kembali keputusan yang diambilnya karena ini merupakan ikhtiar para pengusaha mengembangkan pariwisata di Gili Trawangan, apalagi NTB menjadi pusat pariwisata masional dan internasional, hingga mendapatkan julukan Madonna NTB.
Dalam keadaan demikian, Pemprov NTB menawarkan dua opsi kepada pihak GTI: memperbarui kontrak (addendum) atau melakukan pemutusan kontrak karena bangunan pengusaha yang berdiri di atas tanah tersebut tidak memilik izin (ilegal). Sebab, mereka menyewa tanah dari orang yang tidak berkompoten.
“Selama ini GTI belum melakukan kegiatan apa-apa karena di dalamnya sudah ditempati oleh masyarakat. Dalam tanda kutip usaha yang dilakukan secara ilegal oleh masyarakat,” ungkap Sekda NTB, Lalu Gita Aryadi.
Ia menambahkan, penyelesaian kasus ini oleh Pemprov NTB dan PT GTI timbul tenggelam, sehingga pihaknya memberikan somasi satu dan somasi dua kepada GTI, dari Maret hingga November 2020. Sejalan dengan somasi tersebut, Pemprov NTB membuat surat kuasa khusus kepada Kejari NTB selaku Jaksa Pengacara Negara.
Gita mengaku akan mendiskusikan kembali addendum ini dengan PT GTI. Kata dia, ada tiga pokok penting yang harus diketahui perusahaan tersebut.
“Pemprov NTB tidak boleh rugi. Harus mendapatkan kontribusi yang menguntungkan; investor ada kepastian; kemudian masyarakat juga tidak dirugikan,” tegas Gita. (*)
Penulis: Rizki Ananda
Editor: Ufqil Mubin