Post ADS 1
Daerah  

Mahasiswa Bima Tolak Penundaan Pemilu hingga Kenaikan Pajak Penghasilan

Kota Bima, ntbnews.com – Wacana penundaan pemilu yang dilontarkan oleh sejumlah elit politik nasional beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi massa dalam kurun waktu belakangan ini.

Akumulasi protes publik tidak hanya terjadi di tingkat nasional. Mahasiswa di beberapa daerah juga menggelar aksi demonstrasi, salah satunya gerakan mahasiswa di depan Kantor DPRD Kabupaten Bima pada Senin (11/04/2022).

Dari pantauan ntbnews.com di lapangan, ratusan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Bima (AMRB) tiba di depan gedung DPRD Kabupaten Bima sekitar pukul 10.33 Wita.

Gabungan dari organisasi kemahasiswaan itu terdiri dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)-MPO, Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND), Aliansi Mahasiswa Donggo Barat (AMBD), Aliansi Mahasiswa Merdeka (AMM), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), dan Ikatan Mahasiswa Soromandi (IMS).

Mereka menolak penundaan pemilu. Para demonstran menyoroti kegagalan rezim Jokowi-Ma’ruf Amin terhadap pengendalian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertamax dari 9.000 per liter menjadi 12.500 per liter.

“Indonesia merupakan negara net importir komoditas minyak dan gas. Meskipun Indonesia merupakan memproduksi minyak mentah beserta turunannya. Namun tercatat impor minyak dan gas sepanjang 2021 mencapai 2,024 triliun rupiah,” ujar Ketua Umum HMI-MPO Cabang Bima, Jhefrin Umar Ismail.

Dari sektor ketenagakerjaan terjadi ketidakadilan dalam pengupahan terhadap buruh. Dalam pernyataan sikapnya mahasiswa menilai, kesejahteraan hidup hanya diperuntukkan bagi sebagian kecil masyarakat yang mampu mengakumulasi sumber daya alam dari kalangan borjuis yang berstatus pejabat publik.

“Tahun 2020, buruh makin dikerdilkan akan hak hidup layak dan sejahtera, dengan diterbitkannya UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan melakukan pengaturan pada klaster ketenagakerjaan,” lanjut Jhefrin.

Selain itu, massa aksi juga menyuarakan kegagalan pemerintahan Jokowi dalam bidang pendidikan yang dinilai telah melakukan kapitalisasi di dunia pendidikan yang didukung dengan Omnibuslaw dan kampus merdeka yang memberikan ruang bagi pemodal asing untuk berinvestasi.

“Dalam undang-undang tersebut, sebenarnya ada beberapa pasal yang berkaitan dengan pendidikan tinggi. Misalnya, Pasal 68 poin (6) dalam Omnibuslaw telah memberi keleluasaan pada investor asing untuk menanamkan modalnya pada sektor pendidikan, dalam hal ini perguruan tinggi,” katanya.

Selanjutnya, gerakan rakyat yang terjadi dipicu oleh wacana penundaan pemilu yang akan melanggengkan pemerintahan Jokowi-Makruf Amin hingga tiga periode adalah upaya mempertahankan dominasi rezim Jokowi.

Menurut para demonstran, hal ini telah mencederai kesepakatan antara pemerintah dan Komisi II DPR yang menyepakati pemilu akan digelar pada tahun 2024.

Untuk itu, pengertian negara dalam kacamata kekuasaan borjuis di negara mana pun tentu dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi produk/UUD yang menguntungkan kelompok oligarki, serta melanggengkan struktur penindasan terhadap rakyat.

Dalam aksinya, AMRB menyuarakan 10 tuntutan, diantaranya menolak pemindahan ibu kota negara; meminta pemerintah agar menstabilkan harga bahan bahan pokok; menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Tidak hanya isu nasional, isu daerah disuarakan AMRB, antara lain, meminta pemerintah daerah untuk mendistribusikan pupuk subsidi mulai dari MP1 sampai MP3; meminta aparat penegak hukum untuk mengadili Nurmah atas kasus yang menjeratnya sekaligus meminta Bupati Bima untuk mencopotnya dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bima.

Mereka juga mendesak penghentian kriminalisasi gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat; hancurkan rezim anti demokrasi; turunkan harga BBM; tolak revisi UU Sisdiknas; gratiskan biaya pendidikan dari PAUD sampai perguruan tinggi.

Setelah menggelar aksi damai, AMRB terlihat meninggalkan lokasi demonstrasi pada pukul 13.50 Wita setelah mendapatkan tanggapan dari Ketua DPRD Kabupaten Bima, Muhammada Putra Feriyandi. Dalam tanggapannya, Yandi sepakat dengan tuntutan massa aksi yang menolak kenaikan harga BBM, kenaikan harga bahan pokok dan kenaikan pajak. (*)

Penulis: Akbar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *