Post ADS 1
Daerah  

LPA Kota Mataram Laporkan Kasus Perkawinan Anak ke Polda NTB

KOTA MATARAM, ntbnews.com – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), melaporkan kasus perkawinan anak yang terjadi di wilayah Gunungsari dan Batulayar, Lombok Barat, ke Polda NTB.

Laporan ini diajukan karena diduga orang tua atau wali nikah memaksakan anaknya yang masih di bawah umur untuk menikah.

Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi, menyatakan bahwa peristiwa perkawinan anak tersebut terjadi pada Juli 2024.

“Yang dilaporkan adalah orang tua yang menikahkan anak serta pihak-pihak yang terlibat dalam perkawinan anak tersebut,” ungkap Joko, Kamis (24/10/2024).

LPA telah menyampaikan laporan ini kepada Polda NTB pada Agustus lalu. Menindaklanjuti laporan tersebut, Ditreskrimum Polda NTB telah memeriksa sejumlah saksi terkait, termasuk wali nikah yang terlibat.

Kasubdit Reskrimum Bidang Renakta Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan tersebut.

“Sedang ditangani,” ujarnya.

Pujawati juga menambahkan bahwa beberapa saksi telah dipanggil untuk dimintai keterangan.

“Sudah naik penyidikan,” ungkapnya, menandakan bahwa kasus ini kini berada di tahap penyidikan lebih lanjut.

Perkawinan anak masih menjadi masalah serius di beberapa wilayah Indonesia, termasuk NTB.

LPA Kota Mataram berharap melalui penanganan hukum yang tepat, kasus-kasus serupa dapat diminimalisir dan anak-anak terlindungi dari praktik yang melanggar hak-hak mereka.

Pentingnya Penanganan Kasus Perkawinan Anak

Kasus perkawinan anak menjadi perhatian banyak pihak, terutama lembaga-lembaga yang berfokus pada perlindungan anak.

Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera bagi mereka yang memaksakan perkawinan anak di bawah umur.

Dalam kasus pemaksaan perkawinan ini, orang tua atau wali nikah diduga melanggar Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau TPKS.

Berikut isi dari Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS:

(1) Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan.

(2) Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a. perkawinan Anak;

b. pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau

c. pemaksaan perkawinan Korban dengan pelaku perkosaan.

Orang tua atau wali nikah juga diduga telah melanggar UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *