Bima, Ntbnews.com – Redaksi Voice Muslim membantah pernyataan Polres Kabupaten Bima yang mengatakan tak ada penganiayaan terhadap wartawan media tersebut.
Pimpinan Redaksi Voice Muslim Agus Suratman menegaskan, pernyataan Polres Kabupaten Bima tidak jelas dan tak berdasar.
Diketahui, Polres Kabupaten Bima mengaku telah berupaya memediasi kasus ini dengan cara mempertemukan Satlantas yang diduga menganiaya Irfan dan pimpinan redaksi Voice Muslim.
Agus mengatakan, Polres Kabupaten Bima tak pernah menghubungi pihak Voice Muslim pasca penganiayaan terhadap Irfan pada Sabtu (8/5/2021) lalu.
“Sampai sekarang sama sekali tidak ada upaya dan iktikad baik dari kepolisian untuk mengonfirmasi maupun menghubungi Pimpinan Redaksi Voice Muslim,” beber Agus kepada Ntb News, Senin (10/5/2021).
Irfan yang mengaku sebagai korban penganiayaan itu menjelaskan kronologi kasus tersebut. Ia berangkat dari Dompu menuju Sape menggunakan mobil pikap.
Di dalam mobil berwarna putih itu terdapat istri Irfan, paman, dan kakak iparnya. Ia hendak bersilaturahmi ke rumah keluarganya sambil menjalankan tugas peliputan.
Sesampai di pertigaan cabang Panda, Satlantas Polres Kabupaten Bima melakukan razia masker. Hal itu diketahui Irfan dari papan penanda razia.
Mobil pikap itu pun dihentikan Satlantas. Kemudian setelah mobil berhenti, seorang anggota kepolisian mengetuk pintu mobilnya. Lalu, meminta Irfan menunjukkan STNK dan SIM.
“Saya menjawab, ‘SIM saya sudah mati’,” terang Irfan.
Kemudian Irfan diminta turun dari mobil tersebut. Ia diajak menuju pos Polantas di pertigaan Panda. Irfan pun memarkir mobil dan mengambil surat tilang di pos Polantas itu.
“Setelah diberikan oleh Polantas surat tilang kepada saya, saya pun kembali bertanya kepada pihak kepolisian terkait kelengkapan atribut dan surat perintah razia dari pimpinan, karena saya juga sebagai wartawan Voice Muslim,” ungkap Irfan.
Polantas tak mau menjawab pertanyaannya. Irfan justru diminta menanyakan kelengkapan surat dan pelang razia ke Humas Polres Kabupaten Bima.
Irfan tak terima dengan pernyataan itu. Pasalnya, untuk mengetahui kelengkapan razia tak perlu ke bagian Humas Polres Kabupaten Bima.
Tak berselang lama, Agus yang bertugas sebagai personel Satlantas dalam razia tersebut mengeluarkan kalimat bernada kasar.
“Dia keluar mendekati saya. Dia bilang, ‘wartawan dari mana kau’. Saya pun menjawab, ‘saya wartawan Voice Muslim’. Bapak Agus kembali melontarkan pertanyaan ke saya, ‘mana kartu wartawanmu’. Saya tunjukkan kartu pers saya kepada Bapak Agus,” beber Irfan.
Lalu, Agus menyatakan Irfan tak memiliki hak untuk menanyakan kelengkapan surat dan atribut razia tersebut.
“Sambil menghempas kartu pers di tangan saya hingga jatuh ke aspal,” terang Irfan.
Selain itu, dengan nada sinis Agus mengatakan Irfan sebagai wartawan tak tahu aturan.
“Seorang ibu tidak terlalu tua melontarkan perkataan ke saya, ‘wartawan macam apa yang tidak tau aturan begini. Bego sekali jadi wartawan’,” ungkapnya.
Tak terima profesinya dihina, Irfan kemudian mendekati perempuan tersebut. Dia memegang tangan wanita itu.
“Saya suruh ibu itu jangan ikut campur urusan saya dengan pihak Polantas,” ugkap Irfan.
Adu mulut pun tak terhindarkan antara Irfan dan perempuan tersebut. Lalu, Agus yang tak jauh dari situ mendekati Irfan dan mencekik lehernya.
Irfan berusaha melepas tangan Agus yang mencekiknya. Namun tangannya terlalu kuat. Kemudian anggota Polantas mengerumuni dan memukulnya.
Dia pun berusaha menangkis tangan sejumlah polisi yang memukul pinggangnya berkali-kali.
“Kakak ipar saya datang dan berusaha melerai saya yang ditarik dan dipukul sama oknum Polantas. Kakak ipar saya pun kena pukulan dari oknum Polantas tersebut,” lanjut Irfan.
Ia mengaku dipukul di bagian dagu dan mukanya hingga memar. Bajunya juga ditarik sampai sobek. Hingga kini Irfan tak bisa makan karena luka di bagian dagunya.
Saat ini Irfan telah melakukan visum. Hal itu sebagai bukti medis atas penganiayaan yang menimpanya.
Dia ingin kasus ini diselesaikan sesuai hukum yang berlaku. Pasalnya, sejumlah saksi dapat dihadirkan dalam kasus penganiayaan ini.
“Beberapa saksi yang ada pada waktu kejadian yaitu Taufiq, Islamiati, dan Junaidin,” ungkapnya. (*)
Penulis: Arif Sofyandi
Editor: Ahmad Yasin