Kota Bima, Ntbnews.com – Pada awal tahun 2021, banyak kasus pelecehan seksual terjadi terhadap anak-anak di Kota Bima.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Bima mencatat, dalam dua bulan terakhir telah terjadi 10 kasus.
Bak jamur yang tumbuh di musim hujan, jumlah tersebut mengalahkan kasus lima tahun terakhir dalam kurun waktu yang sama. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua LPA Kota Bima, Juhriati, Rabu (3/3/2021).
“Kasus pelecehan yang kita tangani mulai dari 1 Januari hingga 28 Februari kemarin 10 kasus kekerasan seksual. Tiga kasus pencabulan dan tujuh kasus persetubuhan,” ungkapnya.
Dia menyebutkan, ironisnya lagi, tiga kasus tersebut dilakukan oleh orang dekat korban atau inces.
“Keterlibatan orang-orang terdekat ada tiga kasus. Dua kasus di Dara. Satu kasus terjadi di Jatiwangi. Dan itu kasus terakhir yang kami tangani,” bebernya.
Juhriati mengatakan, kasus yang merusak masa depan anak tersebut keseluruhannya dilakukan pada waktu pagi dan siang hari.
Dalam proses advokasi, pihaknya terus berupaya untuk menerapkan Perppu Kebiri yang belum lama ini disahkan oleh Presiden Jokowi.
LPA, lanjut dia, tetap mengadvokasi dalam bentuk pendampingan kasus. Pihaknya juga mencoba mendiskusikan kasus tersebut dengan APH. Khususnya jaksa dan hakim. Agar menuntut dan menjatuhkan hukuman kebiri terhadap kasus-kasus yang dirasa harus mendapatkan hukuman pemandulan.
“Kami berharap dan sangat mendukung agar ada keberanian teman-teman aparat penegak hukum (supaya menjatuhkan hukuman) kebiri untuk para pelaku,” harap dia.
Sebagai langkah pencegahan, pihaknya juga terus melakukan sosialisi. Kata dia, kemajuan teknologi menjadi penyebab utama kasus pedofilia di Kota Tepian Air.
Ia mengimbau orang tua untuk mengontrol, mengawasi dan menguatkan peran-peran keluarga di saat penyebaran virus corona. Pasalnya selama pandemi, anak-anak berada di rumah.
“Janganlan biarkan anak berkutat dengan HP. Seharian penuh tanpa dikontrol dan tidak diberi layanan informasi yang membuat mereka terjerumus dalam layanan-layanan HP,” katanya.
Lebih jauh, akademisi STIH Bima ini berharap agar pemerintah meninjau kembali sistem pembelajaran daring. Ia menilai, sistem ini berkontribusi besar terhadap peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak.
“Mungkin sudah saatnya anak dikembalikan pada lingkungan sekolah. Rumah sudah tidak aman lagi bagi anak,” pungkasnya. (*)
Penulis: Ikbal
Editor: Ahmad Yasin