MATARAM, ntbnews.com – Penyakit gagal ginjal menjadi salah satu penyakit yang paling berbahaya di Indonesia, termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Meskipun penyakit ini tidak menular, risiko kematian yang ditimbulkan sangat tinggi dan memerlukan penanganan serius.
Di RSUD Provinsi NTB, kasus gagal ginjal bahkan mengalami peningkatan hingga 10 persen setiap tahunnya.
Saat ini, di Provinsi NTB telah tersedia 13 unit hemodialisis (HD) untuk melayani pasien gagal ginjal. Selain itu, penderita gagal ginjal juga memiliki opsi untuk melakukan cuci darah secara mandiri di rumah.
Menanggapi peningkatan kasus ini, Pengurus Wilayah (PW) Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Provinsi NTB menggelar pertemuan ilmiah tahunan pada Minggu (25/8/2024).
“Kegiatan ini digelar untuk memberikan informasi tentang dialisis dan diharapkan menjadi pedoman dalam pelayanan dialisis atau gagal ginjal,” ujar Ketua PW IPDI NTB, Baiq Reny Ermayuningsih.
Dalam acara tersebut, juga diadakan workshop penanganan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) yang mengajarkan bagaimana pasien gagal ginjal dapat melakukan cuci darah secara mandiri di rumah.
“Para perawat kami latih untuk menangani ini,” tambah Baiq Reny.
Menurut Baiq Reny, peningkatan angka gagal ginjal paling besar disebabkan oleh diabetes, dan kasus ini tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak.
“Sekarang kita di NTB sudah tidak merujuk lagi pasien gagal ginjal anak. Kalau dulu masih merujuk. Kita sudah bisa melayani pasien anak di sini,” ungkapnya.
Pada bulan Agustus ini, RSUD NTB telah menangani beberapa pasien anak-anak yang mengalami gagal ginjal.
“Bulan ini saja ada tiga anak-anak di bawah 15 tahun dan kemudian remaja usia 16-18 tahun,” ujarnya.
Baiq Reny juga menyebutkan bahwa penanganan kasus gagal ginjal pada usia remaja di RSUD Provinsi NTB telah meningkat. Dalam sebulan, kasus baru yang ditangani bisa mencapai 25-45 kasus.
“Usianya beragam. Yang baru-baru ini kita tangani ada yang usianya 8 tahun dengan berbagai penyakit sebelumnya yang tidak murni gagal ginjal,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa peningkatan kasus gagal ginjal ini banyak dipengaruhi oleh gaya hidup, termasuk konsumsi makanan dan minuman berwarna.
“Dari hasil kita dengan orang tua pasien, diketahui bahwa asupan air putih mereka kurang,” ucapnya.
Baiq Reny mengingatkan bahwa konsumsi minuman kemasan yang banyak dijual saat ini masih bisa dilakukan, tetapi tidak setiap hari.
“Kalau ini terus menerus akan mempengaruhi kerja ginjal,” katanya.
Dengan meningkatnya kasus gagal ginjal di NTB, diharapkan masyarakat lebih sadar akan pentingnya menjaga pola hidup sehat, terutama dalam mengatur konsumsi makanan dan minuman sehari-hari.(*)