Mataram, ntbnews.com – Kepala Disnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi membuka kegiatan Temu Konsultasi Organisasi Pengusaha dan Pengusaha yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen. PHI dan Jamsostek) Kementerian Ketenagakerjaan RI di Lombok Plaza Mataram pada Rabu-Kamis (2-3/08/2023).
Kegiatan ini dihadiri oleh 40 peserta yang terdiri dari organisasi pengusaha, pengusaha, mediator HI, KADIN, dan DPP Apindo dengan tujuan untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan antara pihak pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.
Dalam sambutannya, Aryadi menyampaikan bahwa dunia usaha saat ini menghadapi tantangan baru akibat fenomena disrupsi, yang tidak lagi terikat oleh aturan baku yang kaku seperti masa sebelumnya.
Oleh karena itu, para pelaku hubungan industrial harus mengedepankan komunikasi, membangun dialog, dan bekerjasama dalam memecahkan permasalahan serta menemukan inovasi baru. Dengan cara ini, diharapkan tercipta hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan
“Para pelaku hubungan industrial harus mengedepankan komunikasi, membangun dialog dan bekerjasama memecahkan permasalahan dan menemukan inovasi baru, dengan demikian HI yang harmonis, dinamis dan berkeadilan akan tercipta,” ucap Gede.
Berdasarkan data BPS bulan Februari 2023, total angkatan kerja di Indonesia tercatat sebanyak 146,62 juta orang, naik 2,61 juta orang dibanding Februari 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 138,63 juta orang merupakan penduduk bekerja, naik 3,02 juta orang bila dibandingkan dengan bulan Februari 2022.
Meningkatnya jumlah penduduk usia produktif merupakan kesempatan yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat dengan mengurangi angka pengangguran, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Karena itu, pemerintah mengapresiasi KADIN dan APINDO yang berkontribusi banyak dalam meningkatkan kualitas SDM tenaga kerja Indonesia. Bonus demografi hanya akan berdampak positif jika SDM Indonesia berkualitas dan dunia usaha berkembang dengan sehat. Semoga peran KADIN dan APINDO dapat ditingkatkan lagi dan semakin solid membantu pemerintah khususnya dalam urusan ketenagakerjaan, tutupnya.
Dalam pemaparannya sebagai narasumber, Kadisnakertrans NTB mengungkapkan bahwa berdasarkan data BPS pada bulan Agustus 2022, jumlah angkatan kerja di NTB sebanyak 2,80 juta orang dengan penduduk yang bekerja sebanyak 2,72 juta orang. Dari angka tersebut, yang menjadi pekerja penuh waktu sebanyak 1,6 juta orang dengan jumlah tenaga kerja formal sebanyak 550.898 dan jumlah tenaga kerja informal sebanyak 1.058.473 orang.
“Mengapa lebih banyak pekerja informal, karena berdasarkan data WLKP online ada 10 ribu perusahaan di NTB dan 8000nya merupakan UMKM. Sementara perusahaan menengah dan besar hanya 600. Dari data WLKP online belum semua perusahaan punya peraturan perusahaan. Kondisi inilah yang menjadi PR kita bersama, karena peraturan perusahaan merupakan salah satu aspek penting dalam HI,” papar Aryadi.
Bicara tentang HI, Aryadi menyebutkan ada 3 fenomena yang menurutnya perlu menjadi perhatian bersama. Pertama, yaitu fenomena terkait aduan masalah HI yang justru seringkali datang dari pihak luar seperti LSM, NGO dan kelompok diluar hubungan kerja atau bukan dari serikat pekerja atau pekerja.
Mengenai hal ini, Aryadi berharap komunikasi antara pemberi kerja dan pekerja perlu dibangun secara intens agar pihak luar tidak mencampuri urusan dalam perusahaan.
Kedua, yaitu fenomena permasalahan HI terkait pengupahan dan gaji. Aryadi menyebutkan bahwa meskipun sudah ada regulasi seperti PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, tetapi masih ada perusahaan atau pemberi kerja yang nakal, tidak melakukan fungsi dan tugasnya dengan baik sehingga perlu pembinaan dan pengawasan oleh pengawas ketenagakerjaan.
“Kalau kita ingin menegakkan hukum, maka kita harus melakukan pembinaan terlebih dahulu sebagai langkah-langkah preventif, namun jika masih juga melakukan pelanggaran, baru kita tindak secara hukum,” ucap Aryadi.
Ketiga, yaitu fenomena penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Terkait hal ini Aryadi menjelaskan bahwa pertumbuhan angkatan kerja baru di NTB berdasarkan data BPS berkisar antara 50-60rb setiap tahunnya. Sayangnya pertumbuhan lapangan usaha tidak sebanding dengan pertumbuhan angkatan kerja baru. Ditambah lagi dengan skill dan pendidikan angkatan kerja baru yang belum in line dengan kebutuhan dunia industri.
Ketidaksesuaian antara kebutuhan dunia industri dan skill angkatan kerja baru ini yang membuat para pengusaha terpaksa menggunakan TKA. Hal ini menyebabkan investasi di NTB seringkali diserang karena tidak menyerap semua pekerja lokal. Hal ini perlu diluruskan, karena memang tidak mungkin pekerja yang kompetensinya tidak sesuai dapat diserap.
Menurut Mantan Kadiskominfotik ini, semua pihak yang terlibat harus bekerja sama merancang kurikulum pendidikan dan pelatihan vokasi sesuai dengan analisis job future.
“Jika tidak disiapkan dengan baik untuk merebut kesempatan lokal dan nasional, maka pengangguran akan terus bertambah dan akan menimbulkan bukan hanya masalah ketenagakerjaan, tetapi juga akan berdampak pada kamtibnas,” tuturnya.(Red)