Jakarta, Ntbnews.com – Mahkamah Konstitusi (MK) akan melanjutkan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sidang PHP Pilkada Lombok Tengah akan berlangsung pada 15 Februari 2021 pukul 16.00 WIB di Gedung MK RI 1 Lantai 2.
Sementara sidang PHP Pilkada Kabupaten Bima akan diadakan pada 17 Februari 2021 pukul 09.00 WIB di Gedung MK RI 1 Lantai 2.
Agenda sidang perselisihan hasil kontestasi daerah di Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Bima ini yakni pengucapan putusan/ketetapan.
Diketahui, permohonan PHP Kabupaten Lombok Tengah diajukan oleh pasangan calon (paslon) nomor urut 3, Masrun dan Habib Ziadi.
Kuasa hukum pasangan Masrun-Habib Ziadi, Yudiawan Sastrawan memohonkan pembatalan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lombok Tengah Nomor 420/HK.03.1-Kpt/5202/KPU-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2020 tanggal 17 Desember 2020.
Yudiawan menjelaskan, dalam permohonan ini pihaknya menekankan pada keterlibatan pejabat pemerintahan kabupaten dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak netral serta memihak pada paslon bupati dan wakil bupati Lombok Tengah nomor urut 4, L. Pathul Bahri dan M. Nursiah.
“Bupati menggerakkan seluruh perangkat daerahnya dan berafiliasi pada paslon nomor 4 mulai dari tingkat camat,” sebut Yudian.
Selain itu, ia menerangkan, ada pula dugaan ijazah palsu yang digunakan oleh pasangan L. Pathul Bahri dan M. Nursiah. Atas laporan ini, KPU Kabupaten Lombok Tengah tidak melakukan verifikasi terhadap ijazah tersebut.
“Dugaan ini sudah dilaporkan ke Bawaslu, namun laporan dinilai kedaluwarsa,” ucap Yudiawan.
Sementara permohonan PHP Pilkada Bima diajukan paslon Syafrudin H.M. Nur-Ady Mahyudi. Pemohon melalui kuasa hukum Arifin mendalilkan terjadinya pelanggaran secara sistematis, terstruktur dan masif yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Bima dan paslon nomor urut 3, Indah Dhamayanti Putri-Dahlan M. Noor.
Arifin menjelaskan, pelanggaran tersebut telah dipersiapkan secara terencana sejak awal, sebelum, saat dan setelah pencoblosan.
Selain itu, pemohon juga mendalilkan termohon sengaja tidak menyampaikan undangan untuk pemilih secara merata pada para pemilih dalam DPT.
Kemudian adanya pemilih di bawah umur di banyak TPS serta intimidasi berupa ancaman dari ASN ketika tidak mencoblos nomor 3, maka warga tidak akan menerima PKH. (ln)