Mataram, ntbnews.com – Setelah melewati berbagai proses yang sangat panjang dengan beragam isu dan polemik yang mencuat di publik terkait pengelolaan lahan oleh PT Gili Trawangan Indah (GTI), akhirnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB memilih untuk memutuskan kontrak dengan pihak PT GTI terkait pemanfaatan dan pengelolaan lahan seluas 65 hektare di Gili Trawangan.
Keputusan ini berdasarkan dukungan semua pihak karena pihak GTI dinilai belum mampu merealisasikan perjanjiannya yang sudah ditetapkan.
“Oleh karena itu, setelah melihat keadaan seperti ini, kami memutuskan kontrak dengan pihak GTI dan kami sendiri bisa mengelola lahan tersebut dengan baik,” tegas Gubernur NTB, Zulkieflimansyah, didampingi Danrem 162/WB, Brigjen TNI Ahmad Rizal Ramdhani, saat rapat progres GTI melalui virtual di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur NTB, Jumat (3/9/2021).
Rapat progres dengan pihak PT GTI tersebut dipimpin oleh Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Pipit Rismanto; Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Imam Soejoedi; Kepala Kejati NTB, Tomo Sitepu; serta stakeholder lainnya.
Zulkieflimansyah menjelaskan, di antara 65 hektare yang dialokasikan pengelolaannya oleh GTI, ternyata 60 hektarenya telah dikelola dan dimanfaatkan masyarakat dengan kegiatan ekonomi yang cukup bagus. Sehingga dari lahan itu yang tersisa hanya 5 hektare yang belum dimanfaatkan alias masih kosong.
“Untuk itu, secara kasat mata dengan logika sederhana karena investasi masyarakat juga sudah sangat bagus. Tidak mungkin kami mengusir masyarakat kita sendiri untuk salah satu invastasi yang belum pasti,” tutur Zulkieflimansyah.
Berangkat dari polemik ini, lanjut dia, karena lahan itu telanjur dimanfaatkan masyarakat sehingga berbagai upaya dan komunikasi telah dilakukan oleh Pemprov NTB bersama Kapolda NTB, Danrem 162/WB dan Kejati NTB, yang salah satunya adalah membuat kebijakan addendum. Dalam addendum tersebut, Pemprov NTB mencoba menawarkan kepada pihak GTI untuk memanfaatkan lahan sisa tersebut guna membuktikan bahwa pihak GTI memiliki keseriusan untuk berinvestasi di Gili Trawangan.
“Sehingga tidak ada solusi lain kecuali kami memutuskan kontraknya. Karena ternyata suasana batin masyarakat di Gili Trawangan merasa lebih aman berkontribusi keuntungan kepada pemerintah daerah ketimbang berkontribusi dengan PT GTI yang enggak kelihatan,” jelas Gubenur.
Selain itu, ia mengakui bahwa pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk membuka ruang dialog dengan pihak GTI, namun tidak direspons dengan baik. Sehingga banyak acara yang dibatalkan karena menunggu kabar dari pihak GTI.
“Oleh karenanya, tanpa ragu-ragu merasa tidak perlu ada lagi addendum karena pihak GTI tidak menunjukkan itikad baik. Kami sepakat untuk memutus kontraknya,” tegas doktor ekonomi tersebut. (ser/manikp/kominfo/ln)