Post ADS 1
Daerah  

Gaduh Soal Pembubaran Kesenian Kecimol Lombok, Begini Respons Pengamat

MATARAM, ntbnews.com – Beberapa pemerintah daerah di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah mempertimbangkan penertiban dan pelarangan kesenian musik Kecimol di jalanan.

Kontroversi muncul setelah video Kecimol yang menampilkan penari erotis beredar di media sosial, memicu pro kontra dan desakan untuk menertibkan atau bahkan membubarkan kesenian rakyat ini.

Direktur Lembaga Kajian Sosial Politik Mi6, Bambang Mei Finarwanto, yang akrab disapa Didu, menyatakan bahwa rencana tersebut terlalu berlebihan dan tidak adil.

Didu menegaskan bahwa Kecimol adalah kesenian rakyat yang dinikmati oleh masyarakat kelas bawah. Menurutnya, kegaduhan yang sering terjadi akibat Kecimol seharusnya disikapi dengan meningkatkan kedewasaan masyarakat sebagai penikmat seni, bukan dengan membubarkan kesenian itu sendiri.

“Jadi soal kegaduhan akibat Kecimol ini yang seharusnya diperbaiki adalah kedewasaan masyarakat sebagai penikmat seni, bukan justru kesenian (Kecimol) itu yang dibubarkan,” kata Didu, dalam keterangannya, Jumat (7/6/2024).

Kecimol dan Etika Adalah Perspektif yang Berbeda

Didu juga menyoroti pandangan masyarakat tentang Kecimol yang sering kali menampilkan penari erotis. Ia menjelaskan bahwa kesenian tidak bersentuhan dengan etika atau moral, melainkan soal estetika dan ekspresi.

“Kesenian itu tidak bicara soal etika. Itu murni estetika, murni ekspresi,” tegas Didu.

Ia memberikan analogi dengan cabang olahraga seperti renang wanita atau voli pantai yang menampilkan atlet wanita berpakaian terbuka. Jika olahraga tersebut harus ditarik ke ranah etika, maka kasus Kecimol pun serupa.

“Artinya apa, ya kedewasaan masyarakat yang perlu diperbaiki. Mereka menikmati kesenian sebagai hiburan atau menikmati tontonan erotis,” tambahnya.

Hiburan Rakyat Jelata yang Perlu Dilestarikan

Menurut Didu, para pelaku usaha Kecimol adalah masyarakat kelas bawah yang tersisih secara sosial ekonomi. Pemerintah seharusnya mendukung pelestarian kesenian kontemporer ini sebagai bentuk dukungan ekonomi bagi mereka.

“Hiburan Kecimol merupakan hiburan masyarakat kelas bawah yang dapat dinikmati oleh semua lapisan. Masyarakat pelosok yang tinggal di lingkungan sepi hiburan dan jauh dari gemerlap kota, tentu sangat diuntungkan dengan kehadiran kesenian kontemporer ini,” ujarnya.

Didu juga mengkritik pemerintah yang cenderung ingin membubarkan Kecimol daripada membantu melestarikan kesenian tradisional yang hampir punah seperti Wayang Sasak.

“Alih-alih membantu melestarikan kesenian, eh justru mau dibubarkan. Kok ruwet sekali,” ujarnya.

Sejarah dan Asal Usul Kecimol

Kecimol berakar dari akulturasi budaya Eropa, khususnya dari tradisi drum band. Inspirasi dari drum band inilah yang kemudian melahirkan kesenian baru yang kini dikenal sebagai Kecimol. Kesenian ini pertama kali berkembang di Kecamatan Masbagik, Lombok Timur.

Diperkenalkan pada era 80-an, Kecimol mulai dikenal luas dan menjadi bagian dari seni hiburan dalam tradisi Nyongkolan, sebuah tradisi mengantar pengantin dalam budaya suku Sasak. Pada awalnya, kesenian ini dikenal dengan nama Esot.

Awalnya, Kecimol digunakan untuk menghibur masyarakat yang sedang bergotong royong di masjid atau bekerja di sawah.

Seiring berjalannya waktu, peran Kecimol berkembang dan kini sering digunakan dalam acara perkawinan, menambah semarak dan keceriaan dalam setiap acara.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *