Bima, ntbnews.com – Ketua Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) Kabupaten Bima Siti Nur Susilawati mengecam penghentian kasus pelecehan seksual perempuan penyandang disabilitas di Kecamatan Ambalawi oleh pihak Polres Kota Bima.
Sebelumnya, kasus yang dialami penyandang disabilitas di Kecamatan Ambalawi yang telah dilaporkan oleh keluarga korban ke Polres Kota Bima itu telah dihentikan penyidikannya.
“Kami menduga pihak Polres Kota Bima tidak cakap dalam penanganan kasus ini, bahkan kami menduga pihak Polres Kota masuk angin,” katanya, Rabu (3/11/2021).
Ia mempertanyakan keputusan Polres Kota Bima yang menghentikan kasus tersebut di tengah jalan dan membiarkan pelaku tetap menghirup udara bebas.
Selain itu, perempuan yang karib disapa Dae Ila itu membantah dasar keputusan pihak Polres Kota Bima yang mengatakan pelaku bukan di bawah umur, serta tidak ada bukti kekerasan dari hasil visum.
“Pertama, dikaitkan di bawah umur berdasarkan KK, sementara dokumen pembanding berupa ijazah korban tidak dipakai. Kedua, bahwa dikatakan tidak ada bukti kekerasan hasil visum. Dengan nalar siapa pun bukti fisik kekerasan seksual bulan Februari dan diperiksa bulan Agustus, tentu bukti itu sudah tidak bisa didapat atau sudah sembuh dari tubuh korban,” tegasnya.
“Ketiga, tidak ada saksi lain selain pengakun korban ini. Pemerkosaan korbanya adalah perempuan difabel. Tidak ada saksi lain yang menyaksikan dan melihat selain korban dan pelaku. Tapi ada saksi lain yakni pengakuan pelaku dan adanya upaya keluarga pelaku yang datang minta damai ke keluarga korban. Hal ini merupakan petunjuk yang sangat jelas untuk menindaklanjuti kasus ini,” lanjutnya.
Untuk itu, ia meminta Polres Kota Bima meninjau kembali penghentian kasus tersebut. Selain itu, ia mempertanyakan pernyataan Polres Kota Bima yang menetapkan korban tidak cacat otak. Hanya saja, IQ yang bersangkutan di bawah rata-rata. Dia menduga hal ini hanya prediksi yang tidak berdasar tanpa terlebih dahulu ada tes psikologi dari dokter jiwa.
Forhati Kabupaten Bima sebagai organisasi perempuan yang juga konsen terhadap masalah perempuan akan mengawal kasus pelecehan tersebut sehingga korban mendapatkan perlindungan serta keadilan hukum.
Pihaknya akan mengawal kasus ini. Caranya, berkoordinasi dan bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Mereka juga akan melakukan pendampingan terhadap korban agar hak-hak hukumnya dijamin negara.
Dengan berpegang pada pengakuan pelaku, Forhati meyakini hal ini sudah cukup sebagai bukti untuk menjerat pelaku sesuai perbuatannya.
“Kalau kasus ini tidak ditangani secara professional sebagaimana penegakan hukum yang semestinya, maka Forhati Kabupaten Bima akan menyurati Kapolda NTB bahkan Kapolri untuk meminta keadilan untuk korban,” tutupnya. (*)
Penulis: Nur Hasanah