Mataram, ntbnews.com – Demonstrasi dua tahun kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf berakhir ricuh. Kejadian itu bermula saat kader HMI melakukan aksi di Depan Kantor DPRD Provinsi NTB pada Kamis (21/10/2021) sekitar pukul 11.30 Wita.
Aksi tersebut diwarnai pembakaran ban bekas dan saling dorong antara aparat kepolisian dengan massa. Di saat yang bersamaan, massa juga menyampaikan orasi. Mereka menyebut Jokowi-Ma’ruf gagal dalam menakhodai Indonesia selama dua tahun terakhir. Hal ini menimbulkan reaksi dan ketegangan antara mahasiswa dan aparat Polresta Mataram.
Salah satu kader HMI Cabang Mataram, Wawan, mengalami luka robek di bagian kepala akibat terkena hantaman benda tajam saat aksi pembakaran ban. Di samping itu, dua kader Kohati Cabang Mataram dilarikan ke rumah sakit. Mereka mengalami sesak nafas karena semprotan pemadaman api dari aparat kepolisian.
Demonstran dalam aksi tersebut, Dwi Alan Ananami Putra, menyayangkan tindakan represif anggota Polresta Mataram terhadap massa aksi. Tindakan represif aparat kepolisian tersebut dinilainya tidak sejalan dengan tridarma kepolisian: mengayomi, melayani dan menjaga masyarakat.
“Sangat disayangkan apa yang telah dilakukan pihak kepolisian hari ini terhadap massa aksi, yang di mana seharusnya kepolisian menjunjung tinggi nilai dari tridarma kepolisian,” tuturnya.
Ia menambahkan, demonstrasi yang dilakukan HMI Cabang Mataram itu menyambut dua tahun kepemimipinan Jokowi-Ma’ruf. Mereka memberikan rapor merah terhadap Kabinet Indonesia Maju. Sejumlah kajian ilmiah, survei, fakta dan kondisi empiris menjadi bukti bahwa rezim ini gagal menakhodai Indonesia.
Sementara itu, PJ Ketua Umum HMI Cabang Mataram, Pahri Rahmat mengatakan, di awal pemerintahan periode keduanya, Jokowi-Ma’ruf dengan telanjang menampakan libido kekuasaannya yang banal melalui inisiasi atas Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Kata dia, undang-undang tersebut serupa siluman tak berwujud seperti tuyul. Adanya eksploitasi yang dikendalikan oleh majikan pengeruk keuntungan yang bekerja di belakang layar, tanpa kejelasan dan kepastian.
Lewat kajian yang dilakukan sejumlah akademisi dan guru besar, undang-undang ini berpotensi meningkatkan eksploitasi, cacat dan sarat akan kepentingan. “Bisa kita lihat apa yang terjadi di kepemimpinan hari ini,” ujarnya.
Belum lagi kasus kekerasan. Tercatat 402 orang menjadi korban kekerasan brutal aparat kepolisian saat melakukan aksi demonstrasi sejumlah mahasiswa maupun organisasi kepemudaan lainnya.
“Hak asasi manusia tidak ada harganya di zaman sekarang. Semuanya omong kosong,” ucapnya.
Beberapa tuntutan HMI Cabang Mataram dalam aksi ini antara lain mendesak Presiden untuk segera menerbitkan Perppu atas pengesahan UU Cipta Kerja; mendesak Presiden untuk segera menerbitkan Perppu atas pengesahan UU KPK; mendesak Presiden untuk mengevaluasi kinerja Polri dan TNI terkait dengan maraknya represi terhadap kebebasan sipil.
Selain itu, mereka meminta Presiden untuk segera membentuk tim investigasi atas seluruh pelanggaran yang dilakukan negara terhadap rakyat; menuntut presiden untuk menegakkan demokratisasi institusi pendidikan, serta mendesak Presiden untuk menindak dengan tegas kelompok oligarki yang diduga melakukan deforestasi dan perusakan lingkungan. (*)
Penulis: Rizki Ananda