Post ADS 1
Daerah  

BPK Turun Tangan Audit Kelebihan Belanja RSUD Provinsi NTB Tahun 2024

MATARAM, ntbnews.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB resmi turun tangan mengaudit temuan kelebihan belanja di RSUD Provinsi NTB untuk tahun 2024.

Temuan tersebut, yang rencananya akan ditutup dengan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 sekitar Rp193 miliar, menjadi sorotan guna meningkatkan transparansi penggunaan anggaran di lingkungan Pemprov NTB.

Audit Intensif oleh Tim PDTT dan Pemeriksaan LKP

Dalam upaya menindaklanjuti temuan tersebut, Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dari BPK akan dilaksanakan di RSUD Provinsi NTB.

“Ini BPK mau audit, khusus RSUD NTB itu ada Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dari BPK,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi NTB, Ervan Anwar, Senin (17/2/2025).

Pemeriksaan ini dimulai pada hari yang sama dan memasuki tahap entry meeting atau pemeriksaan pendahuluan yang diperkirakan memakan waktu selama 38 hari.

Selain RSUD, BPK juga melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah (LKP) untuk seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB tahun anggaran 2024.

“Khusus untuk RSUD pemeriksaannya oleh tim PDTT. OPD lain hanya pemeriksaan LKP. Jadi ada dua tim, ada LKPD dan ada Tim PDTT untuk di RSUP,” tegas Ervan.

Direktur RSUD NTB Siap Dihadapi Audit

Direktur Utama RSUD Provinsi NTB, dr. Lalu Herman Mahaputra, yang akrab disapa dr. Jack, memberikan keterangan terkait temuan kelebihan belanja Rp193 miliar tersebut.

Menurut dr. Jack, kelebihan belanja tersebut bukan sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pembelanjaan, melainkan merupakan konsekuensi dari sistem pengelolaan yang telah berjalan di rumah sakit.

“Jadi kita itu belanja dulu, baru kita masukin perencanaannya. Misalnya, kita beli obat amoxilin 1.000 dan terpakai hanya 500. Nah, sisanya yang 500 itu dianggap berlebihan,” jelas dr. Jack.

“Kan obatnya memang ada, bukan mengada-ngada,” imbuhnya.

Dr. Jack pun menegaskan kesiapan RSUD Provinsi NTB untuk diaudit.

“Saya pengen diaudit, senang saya, kenapa? Supaya Pemprov tahu kewajibannya untuk membayar ini. Tidak masalah itu, supaya kita tahu berapa seharusnya Pemprov mensubsidi anggaran untuk RSUD,” ujarnya.

Tantangan Operasional dan Keterbatasan APBD

Dr. Jack juga mengungkapkan bahwa dalam APBD, alokasi anggaran untuk RSUD Provinsi NTB hanya mencakup gaji pegawai, mengingat komposisi tenaga kerja di rumah sakit tersebut sepertiga adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Hal ini mengharuskan RSUD mencari alternatif pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan operasional, termasuk melakukan belanja terlebih dahulu sebelum anggaran disetujui.

“Bagaimana tidak berutang? Kami dikasih anggaran untuk bayar listrik hanya Rp600 juta per bulan, padahal kebutuhannya secara hitungan kami Rp1 miliar. Kalau kali 11 bulan, artinya ada kekurangan Rp 11,4 miliar,” jelas dr. Jack.

Selain itu, RSUD NTB juga memiliki utang dari klaim yang belum dibayarkan oleh BPJS Kesehatan dan kewajiban cicilan ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Menanggapi Kritikan DPRD NTB

Dalam menanggapi kritikan dari DPRD NTB, dr. Jack menyatakan bahwa seharusnya dewan memahami kondisi kelebihan belanja secara komprehensif, bukan hanya berdasarkan angka utang semata.

“Tidak ada masalah, makanya saya ketawa saja. Mungkin cara memahami kita berbeda. Kita sudah kasih catatan lengkap, sekarang tim kami sedang di Bappeda,” ucap dr. Jack. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *