LOMBOK TIMUR, ntbnews.com – Angka stunting di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) terus menunjukkan tren penurunan. Hal ini menjadi bukti nyata keseriusan Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Timur dalam upaya menekan angka stunting.
Namun demikian, muncul ketidaksesuaian data penurunan stunting antara yang tercatat di e-PPGBM (Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) dengan hasil yang diperoleh dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI).
Menurut Ahmat, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur, berdasarkan data dari e-PPGBM per September 2024, angka stunting di Lotim berada di kisaran 15,67 persen.
Di sisi lain, data dari SKI menunjukkan angka yang lebih tinggi, yaitu 27,60 persen.
“Data dari e-PPGBM tidak diakui oleh pusat karena bukan merupakan sumber data nasional, data ini hanya berlaku untuk tingkat lokal,” ungkap Ahmat, Senin (30/09/2024).
Ahmat menegaskan bahwa data yang terdapat dalam e-PPGBM lebih lengkap jika dibandingkan dengan data SKI.
Pihaknya juga telah berulang kali melakukan advokasi agar data dari e-PPGBM bisa digunakan sebagai acuan pengukuran penurunan stunting di Lombok Timur.
“Kami sudah mencoba advokasi, namun tetap ditolak dengan alasan SKI lebih diakui. Saat ini akan dilakukan survei ulang di 21 kecamatan dan 78 desa untuk blok sensus,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ahmat berharap dengan adanya pengukuran Angka Kasus Stunting (AKS), kasus stunting yang tidak relevan, seperti anak di atas usia lima tahun, tidak lagi dimasukkan dalam data stunting.
“Rekomendasi AKS ini nantinya akan ditindaklanjuti oleh dinas-dinas terkait. Kami berharap penurunan angka stunting terus berlanjut hingga hasil SKI terbaru keluar,” tambahnya.
Meski begitu, Ahmat mengakui bahwa target penurunan stunting nasional sebesar 14 persen mungkin sulit dicapai pada tahun 2024. Namun, ia tetap optimis angka tersebut akan terus menurun hingga tahun 2025.
Menurutnya, banyak faktor yang menjadi tantangan dalam menurunkan angka stunting, seperti tingginya angka pernikahan dini dan kurangnya kesadaran masyarakat terkait pola asuh anak.
“Saya rasa sulit sekali menurunkan angka stunting hingga puluhan persen dalam satu tahun ini,” ucapnya.
Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, Lombok Timur menunjukkan keseriusan dalam menangani isu stunting, meskipun masih terdapat kendala dalam sinkronisasi data antara tingkat lokal dan nasional.(*)