LOMBOK TIMUR, ntbnews.com – Angka perceraian di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2024,
Pengadilan Agama Selong mencatat sebanyak 1.120 kasus perceraian, hanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan 1.363 kasus yang terjadi pada tahun 2023.
Ketua Pengadilan Selong, M. Nasir, mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama pengajuan perceraian adalah masalah ekonomi.
“Tantangan ekonomi yang dihadapi banyak keluarga menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka perceraian,” ujarnya.
M. Nasir juga menyampaikan bahwa meskipun angka perceraian tinggi, terdapat penurunan signifikan dalam angka perkawinan dini di wilayah ini.
“Kalau perkawinan dini sudah cenderung menurun dari angka 48 di tahun 2020, turun di angka 29 di tahun 2023, dan turun di angka 10 pada Agustus 2024,” ungkapnya.
Penurunan ini menunjukkan adanya upaya yang lebih baik dalam menangani isu perkawinan anak di Kabupaten Lombok Timur.
Sementara itu, Penjabat Bupati Lombok Timur, M. Juaini Taofik, menegaskan pentingnya perhatian terhadap anak dan perempuan, terutama mereka yang menjadi korban perceraian.
Ia mendorong adanya gotong-royong dalam menangani masalah ini.
“Komunikasi yang baik dalam keluarga dan penerapan kearifan lokal sangat penting untuk mencegah perceraian dan perkawinan anak,” jelas Taofik.
Taofik juga mengajak kepala desa dan dusun untuk memanfaatkan kearifan lokal sebagai perlindungan bagi perempuan dan anak.
“Peran musyawarah dalam kearifan lokal di tengah masyarakat sangat penting untuk mencegah perceraian dan juga pernikahan dini,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Sahan, mendorong implementasi Peraturan Desa (Perdes) yang berfokus pada pencegahan perkawinan anak.
“Kita perlu melakukan langkah-langkah nyata agar anak-anak kita tidak menjadi korban dari kondisi yang tidak menguntungkan,” tegas Sahan.
Angka perceraian yang terus meningkat menjadi tantangan besar bagi masyarakat Kabupaten Lombok Timur. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi keluarga dan anak-anak, serta untuk mencegah pernikahan dini yang dapat menimbulkan dampak negatif jangka panjang.(*)