MATARAM, ntbnews.com – Sebanyak 4.228 jemaah haji reguler asal Nusa Tenggara Barat (NTB) telah resmi masuk dalam alokasi kuota haji tahun 1446 Hijriah/2025 Masehi.
Kepastian ini diperoleh berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama Republik Indonesia.
“Pelunasan Bipih jemaah haji reguler 1446 H mulai pada 14 Februari hingga 14 Maret 2025,” ungkap Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, dalam sebuah pernyataan di Jakarta.
Pernyataan ini menandai dimulainya tahap pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) bagi para jemaah reguler tahun 2025, seiring dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Pelunasan biaya yang harus dilakukan oleh jemaah haji ini ditujukan untuk menutupi kekurangan pembayaran setelah jemaah membayar setoran awal sebesar Rp25 juta.
“Rata-rata jemaah mendapat nilai manfaat sekitar Rp2 juta melalui virtual account, sehingga mereka hanya perlu melunasi kekurangannya,” kata Hilman.
Rincian Pelunasan Biaya Haji 2025 Per Embarkasi
Biaya pelunasan ibadah haji untuk tahun 2025 berbeda-beda sesuai dengan embarkasi keberangkatan. Berikut adalah daftar biaya pelunasan per embarkasi:
Aceh: Rp46.922.333
Medan: Rp47.976.531
Batam: Rp54.331.751
Padang: Rp51.781.751
Palembang: Rp54.411.751
Jakarta (Pondok Gede dan Bekasi): Rp58.875.751
Solo: Rp55.478.501
Surabaya: Rp60.955.751
Balikpapan: Rp57.235.421
Banjarmasin: Rp59.331.751
Makassar: Rp57.670.921
Lombok: Rp56.764.801
Kertajati: Rp58.875.751
Biaya yang telah ditetapkan mencakup tiket penerbangan, sebagian akomodasi di Makkah dan Madinah, serta biaya hidup selama berada di Arab Saudi.
Implikasi dan Harapan
Keputusan pemerintah untuk membuka tahap pelunasan Bipih ini diharapkan dapat mempermudah proses administrasi bagi para calon jemaah haji, terutama dalam rangka transparansi dan efisiensi pelayanan.
Dengan adanya sistem virtual account, proses pembayaran menjadi lebih cepat dan terintegrasi, sehingga mengurangi potensi kendala administratif. (*)