DOMPU, ntbnews.com – Dua tersangka dugaan kasus korupsi terkait pembangunan Puskesmas Dompu Kota, AH (58), mantan pejabat PPK Dinas Kesehatan Dompu, dan Y, seorang pengusaha, akhirnya mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Dompu. Hal ini disampaikan oleh keluarga tersangka AH, H. Abdul Muis, SH, M.Si, pada Kamis (7/11/2024).
“Betul, kami sudah ajukan praperadilan melalui PN Dompu,” ungkap Muis.
Pengajuan praperadilan ini ditangani oleh advokat Dwi Yudhi Yudayana, SH, bersama timnya. Mereka diberikan kuasa untuk mewakili AH di persidangan praperadilan yang dijadwalkan berlangsung di PN Dompu.
Keberatan Terhadap Proses Penetapan Tersangka
Menurut Muis, pihak keluarga merasa sangat keberatan dengan proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Dompu, khususnya terkait penetapan tersangka AH dan Y.
“Kami merasa Kejaksaan belum memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tersangka,” jelas Muis.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara yang ditemukan terkait proyek pembangunan Puskesmas Dompu hanya sebesar Rp 47 juta, dan sudah diselesaikan sesuai prosedur yang berlaku.
Muis juga menyoroti soal prosedur pemanggilan dan pemeriksaan tersangka. AH, kata Muis, tidak pernah dipanggil sebagai tersangka, namun saat memberikan keterangan sebagai saksi, AH langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan tanpa diberi kesempatan untuk menunjuk pengacara.
“Ini jelas melanggar prosedur tetap (protap), karena tidak ada ruang bagi tersangka untuk memilih pengacara yang akan mendampingi,” ucapnya.
Perlawanan Secara Konstitusional
Muis menegaskan bahwa langkah pengajuan praperadilan adalah bagian dari upaya keluarga untuk memperjuangkan keadilan.
“Kami akan terus melawan secara konstitusional. Ini adalah cara kami untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya,” tegasnya.
Muis juga menyampaikan bahwa perlawanan ini bukan hanya untuk keluarga mereka, tetapi untuk memberikan pelajaran kepada pihak-pihak lain yang merasa diperlakukan tidak adil dalam proses hukum.
“Mungkin hari ini kami, besok lusa mungkin yang lain lagi. Ini soal waktu saja,” ujarnya.
Kritik Terhadap UU Anti-Korupsi
Muis mengungkapkan, pasal 2 dan 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang sering digunakan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menjerat pejabat, dinilai sangat berpotensi menimbulkan ketidakadilan.
“Dengan dalih ada laporan, APH bisa langsung melakukan penyelidikan, penyidikan, bahkan menetapkan seseorang sebagai tersangka,” kata Muis.
Menurut Muis, pasal tersebut seolah menjadi “senjata ampuh” bagi APH dalam memberantas korupsi, namun di sisi lain juga berisiko merugikan pihak yang tidak bersalah.
Sidang Praperadilan Tersangka Pengusaha Dijadwalkan 18 November
Sementara itu, berdasarkan informasi dari Pengadilan Negeri Dompu, tersangka lainnya, Y, seorang pengusaha, telah lebih dahulu mengajukan praperadilan pada 5 November 2024.
Sidang pertama permohonan praperadilannya dijadwalkan akan berlangsung pada 18 November 2024. Advokat yang menangani perkara Y adalah Apriayadin, SH, bersama timnya.
Proses hukum yang berlangsung ini semakin menarik perhatian publik, terutama terkait dengan dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam proyek pembangunan Puskesmas Dompu Kota.
Kasus ini diperkirakan akan terus berkembang, dan masih banyak pihak yang menantikan perkembangan lebih lanjut mengenai apakah praperadilan yang diajukan oleh kedua tersangka akan berhasil membatalkan status tersangka mereka.
Dengan adanya pengajuan praperadilan ini, masyarakat dan pemerhati hukum berharap adanya transparansi lebih dalam penanganan kasus ini, serta penerapan hukum yang adil tanpa diskriminasi.(*)